Suara.com - Langkah Presiden terpilih Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto Kristiyanto menjadi gempa politik yang mengguncang panggung nasional.
Keputusan ini tidak hanya membebaskan dua figur yang kerap berseberangan dengan kekuasaan, tetapi juga memicu analisis tajam dari pengamat politik Rocky Gerung, yang menuding adanya rekayasa dan dendam politik era Presiden Joko Widodo di balik kriminalisasi keduanya.
Rocky Gerung secara blak-blakan menyoroti adanya motif tersembunyi di balik proses hukum yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Ia curiga ada peran sentral Istana sebelumnya dalam kasus-kasus ini.
"Publik menganggap bahwa kasus Tom Lembong dan Hasto adalah rekayasa, kemungkinan oleh Presiden Jokowi," kata Rocky dikutip dari Chanel YouTube miliknya seraya menambahkan bahwa kasus ini diduga kuat direkayasa karena "dendam politik dari Presiden Jokowi."
Dalam analisisnya, Rocky mempertanyakan dasar pemidanaan Tom Lembong, yang divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus korupsi impor gula.
Kasus ini menjerat Tom Lembong atas dugaan penyalahgunaan wewenang saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan periode 2015-2016, yang disebut merugikan negara.
Namun, Rocky melihatnya dari kacamata politik ekonomi. "Ada pertanyaan mengenai motif di balik pemenjaraan Tom Lembong, apakah karena mendukung kapitalisme," ujar Rocky.
Lebih jauh, ia mengkritik logika penegakan hukum yang menurutnya janggal. "Kalau menguntungkan kapitalis dianggap jahat, maka hakimnya itu komunis,” tambahnya dengan nada satir.
Baca Juga: Babak Baru Politik Usai Terbit Abolisi dan Amnesti : Prabowo Rangkul Oposisi, Nasib Jokowi?
Sementara itu, kasus yang menimpa Hasto Kristiyanto, yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap terkait buronan Harun Masiku, juga tak luput dari sorotan Rocky.
Hasto divonis 3,5 tahun penjara atas kasus suap kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Menurut Rocky, kasus ini kental dengan nuansa kriminalisasi untuk menghambat regenerasi di tubuh PDI Perjuangan. Ia menilai kasus ini adalah upaya untuk mencegah tumbuhnya kader baru di PDIP.
Rocky berpendapat, momentum penegakan hukum terhadap Hasto dan Tom Lembong, yang sama-sama vokal mengkritik pemerintah, bukanlah suatu kebetulan.
Ia menyebutnya sebagai bentuk pemerasan politik. "Kriminalisasi berdasarkan persaingan politik akan memperburuk proses politik," tegasnya.
Langkah Prabowo, 'Tamparan' untuk Geng Solo?
![Presiden ke-7 Jokowi menjalani pemeriksaan terkait kasus pencemaran nama baik dan fitnah ijazah palsu oleh penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya di Mapolresta Solo, Rabu (23/7/2024). [Suara.com/Istimewa]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/23/85171-jokowi-diperiksa.jpg)
Keputusan Prabowo memberikan abolisi dan amnesti, yang telah disetujui DPR, dilihat Rocky sebagai manuver cerdas dan sinyal kuat adanya perubahan arah politik.
Langkah ini, menurutnya, adalah upaya Prabowo untuk memisahkan diri dari bayang-bayang Jokowi dan menunjukkan independensi.
"Secara terbuka, Prabowo dinilai mulai bersimpang jalan dengan Jokowi," kata Rocky. Ia menilai Prabowo memahami bahwa tekanan politik tidak boleh menjadi dasar untuk menghukum seseorang.
Bagi Rocky, pembebasan Hasto dan Tom Lembong menandakan konsolidasi kekuasaan telah bergeser dan menjadi pesan telak bagi Jokowi. Ini seakan "menampar" ambisi dinasti dan dendam politik "geng Solo" yang menurutnya tidak terwujud.
Dengan langkah ini, Prabowo dinilai sedang berupaya memulihkan kepercayaan publik terhadap hukum dan politik, memastikan instrumen hukum tidak lagi dijadikan alat untuk balas dendam.
"Hukum jangan diandalkan pada kekuasaan," pungkas Rocky, menekankan pentingnya mengasuh politik dalam koridor etis.