4 Bahaya di Balik Wacana Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong Menurut Koalisi Sipil

Jum'at, 01 Agustus 2025 | 19:46 WIB
4 Bahaya di Balik Wacana Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong Menurut Koalisi Sipil
Ilustrasi 4 Bahaya di Balik Wacana Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong Menurut Koalisi Sipil [Freepik/freepik]

Suara.com - Wacana pemberian hak istimewa berupa amnesti untuk Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan abolisi untuk eks Mendag Tom Lembong memicu alarm kencang dari para penjaga demokrasi.

Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparency International Indonesia (TII), dan IM57+ Institute melihat ini bukan sekadar kebijakan biasa, melainkan sebuah manuver politik yang berisiko tinggi.

Menurut mereka, jika hal ini dibiarkan terjadi, fondasi negara hukum di Indonesia bisa goyah. Mengapa langkah ini begitu berbahaya? Koalisi membongkar empat alasan utamanya.

Berikut adalah 4 bahaya laten di balik wacana amnesti dan abolisi untuk kasus yang belum final menurut Koalisi Sipil.

1. Melangkahi Proses Hukum yang Sah

Ini adalah pelanggaran paling fundamental. Baik kasus Hasto maupun Tom Lembong belum berkekuatan hukum tetap (inkracht). Artinya, proses peradilan masih aktif berjalan di tingkat banding.

Memberikan pengampunan di tengah jalan sama saja dengan memotong paksa proses hukum.

Koalisi menegaskan bahwa langkah ini adalah bentuk intervensi yang tidak bisa dibenarkan.

"Pemberian abolisi dan amnesti terhadap terdakwa yang kasusnya belum inkracht adalah bentuk intervensi politik penegakan hukum antikorupsi dan mencederai prinsip checks and balances," kata Peneliti ICW Almas Sjafrina, Jumat (1/8/2025).

Baca Juga: KPK Terima Keppres Amnesti, Sekjen PDIP Hasto Bebas Malam Ini?

2. Merusak Independensi Lembaga Peradilan

Ketika cabang eksekutif (pemerintah) bisa ikut campur dalam kasus yang sedang ditangani cabang yudikatif (pengadilan), prinsip pemisahan kekuasaan langsung tercoreng.

Abolisi Tom Lembong Disorot (X)
Abolisi Tom Lembong Disorot (X)

Ini mengirimkan sinyal berbahaya bahwa putusan pengadilan bisa dinegosiasikan secara politik.

Independensi hakim dalam memutus perkara menjadi terancam, dan proses pembuktian di sidang menjadi sia-sia.

"Intervensi tersebut juga berdampak negatif terhadap pengungkapan kasus yang belum final terbukti di persidangan. Padahal, pembuktian dalam persidangan diperlukan untuk melihat terbukti atau tidaknya perbuatan terdakwa," ujar Almas.

3. Menciptakan Preseden Buruk untuk Masa Depan

Jika kali ini seorang tokoh politik bisa lolos dari jerat hukum melalui amnesti atau abolisi sebelum kasusnya final, apa yang akan terjadi selanjutnya? Ini akan menciptakan jurisprudensi politik yang berbahaya.

Siapa pun yang memiliki koneksi politik kuat di masa depan bisa mencoba menempuh jalur yang sama untuk menghindari hukuman.

Pada akhirnya, hukum hanya akan tajam ke bawah dan tumpul ke atas, merusak rasa keadilan publik secara masif.

4. Mengabaikan Mekanisme Hukum yang Tersedia

Terpidana kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan, Hasto Kristiyanto (kanan) mengepalkan tangan setibanya di Rumah Tahanan Kelas 1 Jakarta Timur Cabang Rutan KPK, Jakarta, Jumat (1/8/2025). [ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/nym]
Terpidana kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan, Hasto Kristiyanto (kanan) mengepalkan tangan setibanya di Rumah Tahanan Kelas 1 Jakarta Timur Cabang Rutan KPK, Jakarta, Jumat (1/8/2025). [ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/nym]

Sistem hukum Indonesia sudah menyediakan jalur bagi terdakwa yang merasa putusan hakim tidak adil. Masih ada upaya hukum banding, kasasi di Mahkamah Agung, hingga Peninjauan Kembali (PK). Jalur ini adalah mekanisme koreksi yang sah dan harus dihormati.

"Sekalipun terdapat narasi dan kritik besar terhadap penegakan hukum yang tengah berlangsung, bentuk intervensi penegakan hukum tetap tidak dapat dibenarkan," kata Almas.

"Upaya hukum lanjutan tersebut perlu dilihat sebagai ruang atau mekanisme koreksi apabila terdapat putusan hakim yang dirasa tidak adil," tambahnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI