Suara.com - Tim penyidik Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada Kejaksaan Agung, kembali melakukan pemeriksaan saksi terkait dugaan pidana korupsi program digitalisasi.
Kapuspen Kejagung, Anang Supriatna mengatakan, ada enam orang saksi yang diperiksa penyidik, diantaranya SW selaku Sirektur SD tahun 2020 hingga 2021
SW meruapakan pihak yang memiliki kuasa atas Pengguna Anggaran di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar tahun anggaran 2020 hingga 2021
“Kemudian MLY selaku Direktur Sekolah Menengah Pertama tahun 2020, yang juga memiliki Kuasa Pengguna Anggaran tahun 2020,” kata Anang, dalam keterangannya, Senin (4/8/2025) malam.
Selanjutnya, HT selaku Direktur PT Bhinneka Mentari Dimensi. Lalu HT selaku Direktur Marketing PT ECS Indo Jaya.
Saksi lainnya yang diperiksa yakni RS, selaku Direktur PT Synnex Metrodata Indonesia tahun 2020.
Terakhir, HS selaku Pejabat Pembuat Komitmen Direktorat SMP Kementerian Pendidikan dan Kemendikbudristek tahun 2020 hingga 2021.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ungkapnya.
Empat Tersangka
Baca Juga: Dalih TNI Jaga Ketat Rumah Jampidsus Febrie Adriansyah
Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Korupsi (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), menetapkan empat tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan digitalisasi pendidikan Kemendikbud Ristek Tahun 2019-2023.
“Berdasarkan alat bukti yang cukup maka pada malam hari ini penyidik menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (15/7/2025).
Adapun, dalam perkara ini, penyidik menetapkan Sri Wahyuningsih (SW) selaku Direktur SD Kemendikbud Ristek.
Tersangka lainnya, yakni Mulatsyah (MUL) selaku Direktur SMP Kemendikbud Ristek, serta Ibrahim Arif alias IBAM selaku Konsultan Teknologi Kemendikbud Ristek.
Tersangka lainnya yakni Juris Tan (JT) selaku staf khusus Mendikbudristek.
“Saudara MUL dilakukan penahanan rutan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung untuk 20 hari ke depan. Kemudian terhadap tersangka SW dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung,” ucapnya.
Sementara untuk tersangka Juris Tan, kata Qohar, belum dilakukan penahanan karena hingga saat ini masih berada di luar negeri.
![Tersangka Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih dibawa ke mobil tahanan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (15/7/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/15/34764-kasus-korupsi-laptop-kemendikbudristek-sri-wahyuningsih.jpg)
Sementara itu, Ibrahim Arief dilakukan penahanan kota lantaran berdasarkan keterangan dokter yang bersangkutan mengalami gangguan jantung kronis.
“Sehingga berdasarkan pendapat penyidik yang bersangkutan tetap menjalani penahanan untuk tahanan kota,” ucap Qohar.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 1 Ayat 14 juncto Pasal 42 Ayat 1 juncto Pasal 43 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2016 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 131 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 2 Ayat 1 Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Diketahui bersama, dugaan tindak pidana korupsi ini bermula ketika Kemendikbudristek menyusun pengadaan peralatan TIK bagi SD, SMP dan SMA.
Salah satu perangkat TIK yang dimaksud adalah laptop dengan basis operasional Chromebook.
Perangkat TIK itu sempat di uji coba saat era Mendikbud Muhadjir Effendy. Namun, laptop Chromebook dinilai tidak efektif lantaran hanya bisa optimal ketika digunakan saat ada jaringan internet.
Kemudian, jaringan internet di Indonesia dinilai juga belum merata. Meski demikian, Kemendikbudristek era Nadiem masih melakukan pengadaan barang Chromebook.
Sebabnya, Kejagung menilai dalam peristiwa itu dugaan pemufakatan jahat dalam pengadaan alat TIK senilai Rp 9,9 triliun tersebut.