Misteri Dana Sitaan Korupsi: Tanpa Transparansi, Pintu Penyelewengan Terbuka Lebar

Selasa, 05 Agustus 2025 | 15:51 WIB
Misteri Dana Sitaan Korupsi: Tanpa Transparansi, Pintu Penyelewengan Terbuka Lebar
Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita bersama dengan Dr. M. Sholehuddin memenuhi undangan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7).

Suara.com - Penangkapan koruptor dan penyitaan aset senilai triliunan rupiah seringkali menjadi tontonan yang memuaskan dahaga publik akan keadilan.

Namun, setelah sorak-sorai usai dan aset kembali ke pangkuan negara, sebuah pertanyaan krusial justru timbul dan tak pernah terjawab: kemana uang itu mengalir?

Ketidakjelasan ini bukan lagi sekadar masalah administrasi, melainkan telah memicu dugaan yang lebih serius: adanya potensi penyelewengan baru terhadap dana yang seharusnya menjadi hak rakyat.

Kekhawatiran ini bukanlah isapan jempol.

Pakar hukum pidana sekaliber Prof. Romli Atmasasmita telah menyalakan alarm bahaya mengenai lenyapnya jejak dana korupsi setelah masuk ke kas negara.

Kritiknya tajam dan menusuk langsung ke jantung pengelolaan keuangan negara.

"Uangnya yang dikembalikan (dari koruptor) ratusan ribu triliun. Tapi dari sekarang yang saya ketahui ini, kalau soal pengembalian keuangan negara, sejak kapan kita mendengar Sri Mulyani sebagai sebagai kasir negara mengumumkan kepada publik, kalau betul kami telah menerima uang tersebut dan kami telah gunakan dalam pos-pos anggaran belanja negara sekarang (misal) untuk bansos dan sebagainya," kata Prof Romli dikutip dari kanal Youtube Indonesia Lawyers Club, Selasa (5/8/2025).

Pernyataan ini bukan sekadar pertanyaan retoris, melainkan sebuah peringatan bahwa tanpa pengawasan, aset hasil kejahatan berisiko kembali jatuh ke tangan yang salah.

"Yang sampai sekarang rakyat pun termasuk saya pun tidak tahu uangnya dikemanakan semua. 25 tahun loh pak," tegasnya.

Baca Juga: Kesabaran Kejagung Habis, Kapan Riza Chalid Masuk DPO Diburu via Red Notice?

Secara teori, alur pengelolaan aset sitaan terdengar rapi.

Aset yang telah berkekuatan hukum tetap dieksekusi jaksa, lalu dilelang oleh KPKNL, dan uangnya disetor ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk dimasukkan ke APBN.

Namun, di sinilah letak 'lubang hitam' utamanya. Begitu masuk ke dalam 'kuali besar' APBN, dana hasil sitaan korupsi kehilangan identitasnya.

Dana tersebut bercampur dengan penerimaan negara lainnya, membuatnya mustahil untuk dilacak secara spesifik.

Kondisi inilah yang membuka pintu selebar-lebarnya bagi potensi penyalahgunaan.

Tanpa adanya pelaporan khusus dan transparan, dana yang semestinya digunakan untuk program pro-rakyat—seperti subsidi pendidikan, perbaikan layanan kesehatan, atau bantuan sosial—bisa saja dialihkan untuk belanja birokrasi yang tidak mendesak atau bahkan proyek-proyek yang sarat kepentingan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI