Suara.com - Penyidikan skandal korupsi haji senilai Rp 1 triliun di Kementerian Agama (Kemenag) menemui 'dinding'. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU), Hilman Latief, mangkir dari panggilan pemeriksaan perdananya sebagai saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, pada Rabu (27/8/2025).
Tak main-main, sang Dirjen berlindung di balik alasan adanya agenda rapat lain yang sudah terjadwal di DPR.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi langsung ketidakhadiran Hilman Latief. Menurutnya, pihak Dirjen PHU telah mengirimkan surat permohonan penjadwalan ulang.
"Hari ini ya terhadap saudara Dirjen PHU ya, yang bersangkutan meminta untuk dilakukan penjadwalan ulang karena sedang ada agenda lain yang sudah terjadwal sebelumnya di DPR," kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Meski begitu, KPK belum memberikan tanggal pasti kapan Hilman akan dipanggil kembali. Budi hanya menegaskan bahwa KPK tidak akan berhenti dan akan terus memanggil semua pihak yang diduga mengetahui borok dalam skandal ini.
“Dalam proses penyidikannya, KPK semuanya dilakukan pemanggilan pemeriksaan ya, baik dari pihak-pihak di Kementerian Agama, asosiasi sampai dengan biro-biro perjalanan haji," tambah dia.
Modus Rampas Jatah Haji Reguler
Pemeriksaan terhadap Hilman Latief sebagai Dirjen PHU dianggap sangat krusial. Pasalnya, direktorat yang ia pimpin menjadi 'jantung' dari pelaksanaan teknis haji, termasuk pembagian kuota yang kini menjadi pangkal masalah.
KPK sebelumnya telah membeberkan modus 'perampokan' kuota haji reguler. Dari 20.000 kuota tambahan yang diberikan Raja Arab Saudi, pembagiannya seharusnya mengikuti aturan UU, yakni 92 persen untuk haji reguler (18.400 jemaah) dan 8 persen untuk haji khusus (1.600 jemaah).
Baca Juga: Terima 350 Surat dari Warga Pati Desak Sudewo Segera Jadi Tersangka, KPK Jawab Begini
Namun, kebijakan yang diambil Kemenag diduga secara melawan hukum membaginya rata 50:50, yakni 10.000 untuk reguler dan 10.000 untuk khusus.
“Itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya. Itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua," ungkap Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu. "Itu menyalahi aturan yang ada.”
Langkah ini secara efektif telah merampas hak ribuan jemaah haji reguler yang sudah puluhan tahun menanti dan 'melimpahkannya' ke travel-travel haji khusus.
Kolaborasi ini menjadi semakin krusial mengingat skala korupsi yang sedang diusut tidak main-main. KPK telah mengumumkan bahwa perhitungan awal kerugian negara akibat skandal ini mencapai angka yang sangat fantastis.
“Dalam perkara ini, hitungan awal, dugaan kerugian negaranya lebih dari Rp 1 triliun," ungkap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo pada Senin (11/8/2025).
Angka ini merupakan hasil perhitungan internal KPK dan akan didalami lebih lanjut bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mendapatkan hasil audit yang final.