Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan taringnya dalam membongkar skandal korupsi kelas kakap. Kali ini, Hendarto, pemilik PT Sakti Mait Jaya Langit (PT SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (PT MAS) yang tergabung dalam grup PT Bara Jaya Utama (PT BJU), resmi ditahan.
Ia menjadi tersangka dalam pusaran kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Penahanan ini mengungkap skala kerugian negara yang fantastis dan gaya hidup mewah yang diduga dibiayai dari uang haram, dengan total aset senilai lebih dari setengah triliun rupiah berhasil disita oleh tim penyidik.
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa Hendarto yang diduga menjadi penerima manfaat utama dari kredit macet ini, akan ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Gedung Merah Putih KPK, terhitung sejak 28 Agustus hingga 16 September 2025.
Langkah penahanan ini disertai dengan penyitaan aset dalam jumlah masif yang berhasil dilacak oleh tim penyidik.
“Tim Penyidik KPK juga telah melakukan penyitaan aset berupa uang tunai, tanah bangunan, kendaraan bermotor, perhiasan, tas mewah dan barang mewah lainnya senilai total mencapai Rp540 miliar,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (28/8/2025).
Penyitaan ini memberikan gambaran jelas tentang bagaimana hasil korupsi diduga dialihbentukan menjadi berbagai aset mewah.
Lebih mengejutkan lagi adalah taksiran kerugian keuangan negara akibat skandal ini. Berdasarkan perhitungan awal yang dilakukan oleh penyidik, praktik lancung dalam pemberian fasilitas kredit LPEI ini diduga telah merugikan negara dalam jumlah yang sangat besar.
"Perkara ini diduga telah merugikan keuangan negara mencapai Rp 1,7 triliun," lanjut Asep.
Baca Juga: Lisa Mariana Ngaku Dikasih Uang untuk Nafkah Anak, Apa Kata Ridwan Kamil?
Atas perbuatannya, Hendarto dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hendarto ternyata tidak bermain sendirian dalam skandal ini. KPK telah menetapkan lima orang lainnya sebagai tersangka, yang terdiri dari pejabat internal LPEI hingga pihak debitur lain. Mereka adalah:
- Dwi Wahyudi (DW): Direktur Pelaksana I LPEI
- Arif Setiawan (AS): Direktur Pelaksana IV LPEI
- Jimmy Masrin (JM): Debitur dari PT Petro Energy
- Newin Nugroho (NN): Debitur dari PT Petro Energy
Meskipun sudah berstatus tersangka, kelima orang ini belum ditahan karena KPK masih terus melengkapi alat bukti dalam proses penyidikan.
KPK juga membeberkan modus operandi yang digunakan untuk membobol LPEI. Diduga kuat terjadi benturan kepentingan (conflict of interest) untuk memuluskan proses pemberian kredit kepada perusahaan-perusahaan yang sebenarnya tidak layak.
Dalam kasus yang melibatkan PT Petro Energy, misalnya, ditemukan adanya pemalsuan dokumen pembelian maupun invoice serta praktik 'window dressing' atau memoles laporan keuangan agar terlihat sehat dan meyakinkan.
“Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP,” ujar perwakilan KPK.