Sebut Parcok Sudah Ada Sejak Tahun 2000-an, Napoleon Bonaparte: Kita Harus Selamatkan Polri!

Rabu, 08 Oktober 2025 | 15:03 WIB
Sebut Parcok Sudah Ada Sejak Tahun 2000-an, Napoleon Bonaparte: Kita Harus Selamatkan Polri!
Eks Kadiv Hubungan Internasional Polri, Napoleon Bonaparte. (Suara.com/Rakha)
Baca 10 detik
  • Polri bukan “Parcok” alias Partai Coklat, dan harus segera diselamatkan dari kepentingan politik praktis.
  • Istilah Parcok muncul karena penilaian publik bahwa Polri berafiliasi dengan partai politik demi mendapatkan keuntungan dari pemerintah.
  • Napoleon mengatakan ada dua tuhan di tubuh Polri.

Suara.com - Mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen (Purn) Napoleon Bonaparte melontarkan kritik tajam terhadap kondisi internal Polri yang dinilainya telah kehilangan independensi karena terlalu dekat dengan kekuasaan politik.

Ia menegaskan, Polri bukan “Parcok” alias Partai Coklat, dan harus segera diselamatkan dari kepentingan politik praktis.

“Polri itu bukan Parcok. Siapa yang tidak suka dengan statemen ini berarti dia Parcok atau yang membuat Parcok,” ujar Napoleon dalam seminar bertajuk “Kemana Arah Reformasi Kepolisian Saat Ini?” yang digelar Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia di Kampus UI, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2025).

Napoleon menyebut istilah Parcok muncul karena penilaian publik bahwa Polri berafiliasi dengan partai politik demi mendapatkan keuntungan dari pemerintah.

Ia menilai, persepsi tersebut berakar dari perilaku sebagian pimpinan Polri yang menjual independensi institusi demi kepentingan kekuasaan.

“Kita harus selamatkan Polri. Ini penilaian publik, bahwa Polri memang berafiliasi dengan partai politik untuk mendapatkan benefit dari pemerintah,” kata mantan jenderal bintang dua itu.

Lebih jauh, Napoleon juga mengungkap bahwa fenomena “Parcok” bukan hal baru. Ia menyebut hal itu sudah terjadi sejak awal tahun 2000 dan berlanjut hingga kini.

“Parcok ini dimulai dari sekitar tahun 2000-an, bukan 2020. Karena ada pimpinan-pimpinan Polri waktu itu yang menggadaikan institusi besar ini kepada kepentingan partai tertentu. Turun ke Kapolri berikutnya, dan hari ini pun kita lihat itu,” bebernya.

Dua “Tuhan” di Tubuh Polri

Baca Juga: Halim Kalla Adik JK Tersangka Proyek 'Hantu' PLTU Mempawah, Modus Licik Atur Lelang Terbongkar

Dalam kesempatan itu, Napoleon turut menyinggung kuatnya budaya feodal di dalam tubuh kepolisian. Ia bahkan menyindir bahwa di Polri, hanya ada dua “tuhan”: Allah dan Kapolri.

“Kita tahulah, di Polri itu ‘Tuhannya’ ada dua — Allah sama Kapolri,” ucapnya disambut tawa peserta seminar.

Ia menilai struktur kepemimpinan yang terlalu absolut membuat jajaran di bawah tak berani bersikap kritis terhadap pimpinan tertinggi.

“Bintang tiga ke bawah semua takut sama Kapolri. Jadi tolong, reformasi ini bisa nggak nanti membatasi kewenangan Kapolri agar tidak lagi seperti dewa pencabut nyawa,” ujarnya menambahkan.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. (Foto: Dok Humas Polri)
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. (Foto: Dok Humas Polri)

Karena itu Napoleon menyerukan agar Polri dibebaskan dari belenggu politik, mulai dari proses penunjukan Kapolri hingga sistem rekrutmen di internal.

“Kapolri kalau mau ditunjuk, jangan lagi pakai fit and proper test DPR. Itu cuma membelenggu Polri kepada partai-partai. Lepaskan Polri agar tegak lurus dan loyal kepada Presiden sebagai Kepala Negara, bukan kepada Pemerintah,” tegasnya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI