- Wamenkumham Eddy menyampaikan urgensi RUU Penyesuaian Pidana pada 24 November 2025 di Komisi III DPR RI.
- Pengesahan RUU ini krusial sebelum KUHP baru berlaku efektif pada 2 Januari 2026 mendatang.
- Fokus RUU meliputi penghapusan pidana kurungan, penertiban denda Perda, serta penyempurnaan format KUHP baru.
Suara.com - Pemerintah melalui Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej, menegaskan urgensi pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyesuaian Pidana.
Hal itu disampaikan pria yang akrab disapa Eddy dalam Rapat Kerja bersama Komisi III DPR RI, Senin (24/11/2025).
Mewakili Presiden Prabowo Subianto, Eddy Hiariej, menekankan bahwa regulasi ini bersifat krusial dan mendesak untuk disahkan demi menghindari kekacauan hukum saat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru berlaku efektif.
Dalam penyampaian keterangan pemerintah, Eddy mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo memiliki perhatian khusus terhadap harmonisasi sistem hukum nasional.
Menurutnya, RUU ini disebut sebagai langkah strategis untuk memastikan transisi menuju sistem pemidanaan baru berjalan mulus.
Poin paling krusial yang ditekankan pemerintah adalah batasan waktu (tenggat). Eddy mengingatkan bahwa KUHP baru (UU Nomor 1 Tahun 2023) akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026.
Artinya, hanya tersisa waktu kurang dari dua bulan bagi pemerintah dan DPR untuk merampungkan penyesuaian aturan turunan dan sektoral.
"Penyesuaian ini mendesak untuk dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang KUHP pada 2 Januari 2026," kata Eddy di hadapan anggota Komisi III DPR.
Ia memperingatkan risiko fatal jika RUU ini gagal disahkan tepat waktu.
Baca Juga: DPR-Pemerintah Mulai 'Bedah' 29 Klaster RUU KUHAP: Sejumlah Pasal Sudah Disepakati, Ini di Antaranya
"Hal ini demi menghindari ketidakpastian hukum, tumpang tindih pengaturan, serta disparitas pemidanaan di berbagai sektor," kata dia.
Ia menjelaskan, bahwa RUU Penyesuaian Pidana bukan sekadar masalah teknis, melainkan wujud komitmen negara di bawah pemerintahan Presiden Prabowo untuk membangun sistem hukum yang modern.
"Penyesuaian ini merupakan bagian dari komitmen negara untuk memastikan bahwa seluruh ketentuan pidana nasional berjalan dalam satu sistem hukum yang terpadu, konsisten, dan modern," ujarnya.
Presiden menilai bahwa perubahan masyarakat yang cepat mengharuskan pemerintah menata kembali ketentuan pidana yang tersebar dalam berbagai undang-undang sektoral dan Peraturan Daerah (Perda) agar selaras dengan filosofi pemidanaan dalam KUHP baru.
Poin Utama Perubahan
Secara garis besar, RUU yang masuk dalam Prolegnas 2025-2029 ini mencakup tiga bab utama yang menjadi fokus penyesuaian: