- Kasi Datun Kejari HSU, Tri Taruna Fariadi (TAR), resmi ditahan KPK sebagai tersangka dugaan pemerasan sejak 22 Desember 2025.
- TAR sempat melarikan diri saat OTT pada 18 Desember 2025 dan hampir mencelakai petugas KPK saat pengejaran.
- Kajari HSU Albertinus Parlinggoman diduga menerima Rp804 juta dari pemerasan dinas daerah, TAR juga menerima Rp1,07 miliar.
Suara.com - Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejaksaan Negeri (Kejari) Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, Tri Taruna Fariadi (TAR) resmi menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pasalnya, ia terpantau sudah mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK dengan tangan terborgol usai menjalani pemeriksaan intensif.
Saat keluar dari Gedung Merah Putih KPK menuju mobil tahanan, Tri hanya mengatakan bahwa dirinya tidak berupaya kabur dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan lembaga antirasuah sejak 18 Desember 2025 lalu.
“Nggak kabur,” kata Tri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (22/12/2025).
Di sisi lain, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengonfirmasi penahanan terhadap Tri setelah pemeriksaan rampung.
“Pasca dilakukan pemeriksaan secara intensif terhadap TAR dalam kapasitas sebagai tersangka terkait dugaan tindak pemerasan di lingkungan Kejari HSU, malam ini penyidik langsung melakukan penahanan terhadap TAR,” ujar Budi kepada wartawan.
“Penahanan dilakukan untuk 20 hari pertama, terhitung sejak hari ini, Senin, 22 Desember, sampai dengan 10 Januari 2026,” tandasnya.
Sebelumnya, KPK mengungkapkan peristiwa pengejaran Tri yang hampir mencelakai petugas. Dalam pengejaran tersebut, petugas KPK dikabarkan sempat ditabrak mobil yang dikendarai Tri.
“Dalam proses di lapangan, diduga yang bersangkutan melarikan diri dan dalam proses melarikan diri hampir mengenai petugas KPK, hampir mencelakai. Namun alhamdulillah, tim dalam kondisi aman dan terhindar dari kecelakaan,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (22/12/2025).
Baca Juga: KPK Amankan Uang Rp 400 Juta saat Geledah Rumah Dinas Bupati Indragiri Hulu Ade Agus Hartanto
Terkait kemungkinan adanya tambahan hukuman akibat upaya pelarian tersebut, KPK menyatakan masih akan melihat perkembangan penyidikan pokok perkara.
“Nanti kita akan lihat proses perkembangannya seperti apa karena masih didalami pokok perkaranya, yaitu peran yang bersangkutan, TAR, dalam modus tindak pidana korupsi KSU Hulu Sungai Utara,” ungkap Budi.
Sebagai informasi, Tri diketahui sempat melarikan diri saat KPK melakukan OTT pada 18 Desember 2025.
Sebelumnya, Budi juga mengonfirmasi bahwa penyelidik KPK sempat ditabrak Tri dengan mobil saat proses pengejaran. Penyelidik tersebut dipastikan dalam kondisi selamat.
“Alhamdulillah kondisinya baik, selamat, terhindar,” ungkap Budi, Minggu (21/12/2025).
Dalam perkara ini, KPK telah menahan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten HSU Albertinus Parlinggoman (APN) dan Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri Kabupaten HSU Asis Budianto (ASB).
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dalam proses penegakan hukum di Kejari HSU setelah terjaring OTT.
“KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama sejak 19 Desember 2025 sampai dengan 8 Januari 2026,” ujar Asep.
Asep menjelaskan, Albertinus diduga menerima aliran uang sebesar Rp804 juta secara langsung maupun melalui perantara, yakni Asis, Tri, dan pihak lainnya.
Uang tersebut diduga berasal dari pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di HSU, antara lain Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
“Permintaan disertai ancaman itu dilakukan dengan modus agar laporan pengaduan (lapdu) dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas-dinas tersebut tidak ditindaklanjuti secara hukum,” ujar Asep.
Lebih lanjut, Asep menjelaskan bahwa dalam kurun November–Desember 2025, dari permintaan tersebut Albertinus diduga menerima aliran uang Rp804 juta yang terbagi dalam dua klaster perantara.
“Melalui perantara TAS (Kasi Datun), yaitu penerimaan dari RHM selaku Kepala Dinas Pendidikan HSU senilai Rp270 juta dan EVN selaku Direktur RSUD HSU sebesar Rp235 juta,” ungkap Asep.
“Melalui perantara ASB (Kasi Intel), yaitu penerimaan dari YND selaku Kepala Dinas Kesehatan HSU sebesar Rp149,3 juta,” tambahnya.
Selain itu, Asis selaku perantara Albertinus juga diduga menerima aliran uang sebesar Rp63,2 juta pada periode Februari hingga Desember 2025.
Tak hanya itu, Albertinus juga diduga memotong anggaran Kejari HSU melalui bendahara untuk kepentingan operasional pribadi.
Dana tersebut berasal dari pengajuan pencairan Tambahan Uang Persediaan (TUP) sebesar Rp257 juta tanpa Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), serta potongan dari sejumlah unit kerja atau seksi.
Albertinus juga diduga menerima aliran dana lain sebesar Rp450 juta, dengan rincian Rp405 juta melalui rekening istrinya dan Rp45 juta dari Kepala Dinas PU serta Sekretaris DPRD pada periode Agustus–November 2025.
“Sementara itu, selain menjadi perantara APN, Saudara TAR juga diduga menerima aliran uang mencapai Rp1,07 miliar,” kata Asep.
Uang tersebut berasal dari mantan Kepala Dinas Pendidikan HSU senilai Rp930 juta pada 2022 dan dari rekanan lainnya sebesar Rp140 juta pada 2024.
“Dari kegiatan tangkap tangan ini, KPK turut mengamankan sejumlah barang bukti yang disita dari kediaman APN berupa uang tunai sebesar Rp318 juta,” tegas Asep.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 KUHP.