Suara.com - Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menyebutkan Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan kedua UU Informasi dan Elektronik atau Revisi UU ITE menjadi titik awal mengenalkan identitas digital.
Tujuan dikenalkan dan dihadirkan regulasi untuk identitas digital (Digital ID) diharapkan dapat mendorong masyarakat Indonesia bisa lebih menjaga keamanan datanya untuk melakukan aktivitas di ruang digital.
"Kami membuat yang namanya digital ID, bagaimana nantinya yang beredar di ruang siber adalah identitas digital yang mana akan sesuai dengan UU Pelindungan Data Pribadi (PDP)," kata Semuel di Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Semuel mengatakan untuk layanan di ruang digital, Digital ID dapat berbentuk nomor atau pun algoritma yang sudah diatur. Dengan demikian, hanya pemilik data dan pengelola data yang bersangkutan yang dapat melihat sejelas-jelasnya identitas diri pemilik data sedangkan pihak lain tidak dapat mengetahuinya.
Berkaca dari praktik saat ini di masyarakat, yang masih banyak mengandalkan data pribadi bersifat sensitif untuk bisa merasakan layanan di ruang digital, Pemerintah menilai dibutuhkan solusi seperti Digital ID agar dapat lebih menjaga keamanan dan privasi data masyarakat.
Dalam prakteknya meski belum masif, Digital ID sebenarnya sudah mulai digunakan dalam kegiatan sehari-hari contohnya seperti penggunaan tanda tangan digital.
Semuel mengatakan data yang ditampilkan lewat Digital ID akan sejalan dengan data yang telah didaftarkan pemilik data ke Pemerintah melalui pencatatan sipil sehingga berguna untuk verifikasi data.
Dia menegaskan hanya Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) dengan izin dari Pemerintah saja yang dapat mengeluarkan Digital ID supaya data masyarakat tidak akan disalahgunakan.
Dengan demikian, keamanan data masyarakat bisa lebih terjaga sekaligus dapat meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya privasi data. Topik mengenai identitas digital merupakan topik baru yang ditambahkan dan tertuang di Pasal 13A dalam RUU perubahan kedua UU ITE.
Baca Juga: Kominfo Jelaskan Kebijakan Moderasi Konten di Revisi UU ITE, Bantah Bungkam Kebebasan Berekspresi
Revisi UU ITE Disahkan
Sebelumnya Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi bersama Komisi I DPR RI telah menyetujui Revisi UU ITE dibawa ke tingkat dua atau Rapat Paripurna DPR sebelum akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang.
Menkominfo mengatakan ada enam poin perubahan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Keenam poin itu adalah:
- Alat bukti elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
- Sertifikasi elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
- Transaksi elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
- Perbuatan yang dilarang, antara lain Pasal 27, Pasal 27A, Pasal 27B, Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 36 beserta ketentuan pidananya yang diatur dalam Pasal 45, Pasal 45A, dan Pasal 45B
- Peran pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
- Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
Selain perubahan poin, Budi Arie juga mengumumkan penambahan materi di revisi UU ITE. Berikut daftarnya:
- Identitas digital dalam penyelenggaraan sertifikasi elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A
- Pelindungan anak dalam penyelenggaraan sistem elektronik (PSE) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16A dan Pasal 16B
- Kontrak elektronik internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18A
- Peran Pemerintah dalam mendorong terciptanya ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40A.
Diminta Ditunda
Sementara itu Koalisi Serius Revisi UU ITE mendesak agar pengesahan Revisi UU ITE ditunda, karena pembahasan aturan tersebut sering dilakukan tertutup dan terkesan disembunyikan dari publik.