Kominfo Jelaskan Kebijakan Moderasi Konten di Revisi UU ITE, Bantah Bungkam Kebebasan Berekspresi

Dicky Prastya Suara.Com
Kamis, 23 November 2023 | 19:33 WIB
Kominfo Jelaskan Kebijakan Moderasi Konten di Revisi UU ITE, Bantah Bungkam Kebebasan Berekspresi
Dirjen Aptika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan saat konferensi pers soal revisi UU ITE di Kantor Kominfo, Jakarta Pusat, Kamis (23/11/2023). [Suara.com/Dicky Prastya]

Suara.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menjelaskan soal Pasal 40 yang ada di revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) jilid dua.

Diketahui itu adalah pasal baru di revisi UU ITE yang memungkinkan Kominfo melakukan moderasi konten yang ada di media sosial.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan menjelaskan kalau setiap platform di Indonesia wajib melakukan moderasi konten untuk mencegah konten-konten berbahaya.

"Contoh yang paling konkrit utamanya, challenge, orang berdiri di depan truk yang lagi lewat. Enggak boleh, itu akan mengajari yang lainnya. Berbahaya," ucap pria yang akrab disapa Semmy di konferensi pers yang digelar di Kantor Kominfo, Jakarta Pusat, Kamis (23/11/2023).

Contoh lainnya adalah fenomena bunuh diri online yang dinilai Semmy tidak boleh disiarkan. Maka dari itu platform harus menindak konten-konten berbahaya seperti itu.

"Beberapa kali lolos kan itu? Bunuh diri itu lolos itu bagaimana?" tanya dia.

Padahal, lanjut Semmy, para platform sebenarnya memiliki teknologi untuk mencegah penyebaran konten tersebut. Ia bercerita kalau sebelumnya media sosial pernah melakukan kerja sama dengan pemerintah untuk memberangus hoaks terkait Covid-19.

"Mereka harusnya bisa, punya teknologinya. Nanti kami kasih (konten mana yang perlu ditindak), ini-ini," ucapnya.

Nah aturan di Pasal 40 revisi UU ITE ini membuat Kominfo bisa mencegah adanya konten tersebut lewat moderasi. Hal itu dinilai Semmy bisa berbahaya bagi masyarakat.

Baca Juga: BRIN Sepakat Kominfo Bikin Panduan AI di Indonesia: Cegah Masalah Privasi

Kemudian di Pasal 40 Ayat 2C, Semmy menjelaskan kalau pasal itu mengatur soal para platform untuk memutus akses. Tapi hal itu dilakukan secara mandiri, bukan ditindak langsung pemerintah.

"Misal pornografi sama judi, mereka bisa harusnya. Itu algoritmanya bisa, daripada pemerintah satu-satu," timpal dia.

"Buktinya pornografi di Google itu sudah tidak ada. Itu bisa di Indonesia, dan itu akan berlaku semuanya, dan itu bisa dideteksi. Jadi yang sudah bisa dideteksi oleh teknologi, harusnya itu bukan lagi kerjaan pemerintah. Ini kita ingin berbaginya dengan mereka," paparnya lagi.

Bantah bungkam kebebasan berekspresi
Semmy menegaskan kalau kebijakan moderasi di Pasal 40 tersebut tidak bermaksud untuk membungkam kebebasan berpendapat. Dia menjelaskan kalau konten yang perlu ditindak adalah yang memiliki unsur berbahaya.

"Yang harmful. Harmful enggak dia? Memang kita (misal) minta kalau itu enggak harmful, apakah mereka mau nurunin? Kan enggak," jawab dia saat ditanya awak media.

Ia pun mengungkapkan kalau konten berbahaya ini sebenarnya sudah ada di dalam standar komunikasi masing-masing platform media sosial. Intinya, dia menegaskan kalau konten itu tidak boleh tersebar.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI