Suara.com - Genggaman tangannya masih kuat saat suara.com bertemu dokter Lie Dharmawan di kantor DoctorSHARE di kawasan Kemayoran, Jakarta, Kamis (12/11/2015), pekan lalu.
“Apa kabar?” selorohnya.
Beberapa dokter koleganya memang pernah menyebut dokter gaek 69 tahun, pemilik nama kecil Lie Tek Bie ini punya impian gila membangun rumah sakit terapung untuk berkeliling Indonesia melayani rakyat miskin di daerah terpencil.
Saking nekatnya, Lie sampai menjual rumahnya seharga sekitar Rp350 juta buat membeli kapal yang disulap menjadi rumah sakit terapung empat tahun lalu. Setahun kemudian, pada 2012, Lie bersama sejumlah dokter muda berkeliling Indonesia dan menjalankan misinya.
Dia mengaku sudah melakukan ratusan kali melakukan operasi besar dan kecil, plus ribuan pelayanan kesehatan di remote area di kapal tersebut.
Tak puas dengan aksinya, Lie, menggugah dua pengusaha yang belakangan menyumbangkan dua kapal armada untuk dijadikan rumah sakit apung. Muncul juga program 'dokter terbang' yang mampir di daerah pegunungan Papua.
Suara.com beruntung bisa menemuinya saat dia beristirahat di Jakarta. Dia bercerita tentang alasan, sampai pengalaman menariknya sebagai dokter keturunan Tionghoa yang selama melayani masyarakat di pedalaman Indonesia.
Bagaimana Anda ceritanya bisa sampai jadi ‘dokter gila’ yang nekat bikin rumah sakit apung dan keliling Indonesia?
Ketika saya pulang dari Jerman ke Indonesia, Anda tahu riwayat hidup saya. Saya dari keluarga miskin. Saya lihat kemiskinan yang ada di Indonesia. Saya merasakan empatinya. Makanya saya pulang. Ada dua pilar yang menyokongnya, satu iman, dua nasionalisme saya. Kalau hanya berpijak pada iman, tidak usah saya pulang ke Indonesia.
Kalau saya melayani Tuhan saya, di Jerman saya sudah punya karier yang baik. Tolong orang di sana adalah pelayanan kemanusiaan juga. Karena saya pulang ke Indonesia karena Ingin ikut membangun bangsa dan negara kita ini. Kepada kita tergantung nasib ke depannya. Kita tidak boleh mengharapkan belas kasihan. Jadi kombinasi iman dan nasionalisme ini lah yang membuat saya menjalankan segala-galanya.
Anda pasti menemui banyak hal aneh dan berkesan saat berpraktik di rumah sakit apung, boleh diceritakan apa saja itu?
Ada anak di Kalimantan Barat, Ketapang. Jalan darat 11 jam dengan sepeda motor. Dia punya hemangioma atau tumor pembuluh darah.
Dia datang, saya merasa kasihan. Tapi tidak ada darah dan tidak ada ICU. Saya merasa iba dan akhirnya saya lakukan operasi, tumornya sebesar telur ayam. Saya kerjakan dan anak itu akhirnya anak itu sehat. Itu pengalaman yang mengharukan, heroik dan terlalu pede.
Apakah karena keberanian ini anda disebut “dokter gila”?
Ini salah satu kegilaan. Kapal ini tidak mempunyai izin sebagai rumah sakit, saya sudah mendaftar, saya sudah ke mana-mana. Tapi undang-undangnya belum ada. Saya pergi ke Kemenkes (Kementerian Kesehatan). Ditanya di mana alamat rumah sakitnya. Saya bilang "di seluruh Samudera Indonesia".