Dubes RI Djauhari Oratmangun: China Dukung Kita Jadi Pusat Produksi Vaksin

Kamis, 29 Oktober 2020 | 12:15 WIB
Dubes RI Djauhari Oratmangun: China Dukung Kita Jadi Pusat Produksi Vaksin
Ilustrasi wawancara. Dubes RI untuk China Djauhari Oratmangun. [Foto: Dok. KBRI / Olah gambar: Suara.com]

Di China kan digitalisasi sudah sangat progresif, sementara Indonesia masih ada pekerjaan rumah [yaitu] mengubah mindset penduduk untuk bertransformasi ke era digital. Apakah kesenjangan ini dapat menghambat?

Kalo saya optimis, karena kan kemajuan kalangan muda, kaum milenial di Indonesia, juga sudah luar biasa. Tingkat penetrasi Internet di Indonesia kini di atas 100 juta. Jadi cukup signifikan.

Saya kira kebijakan dalam negeri Indonesia, Pak Presiden, tentunya dalam konteks ini Kominfo, itu sudah sangat kondusif. Cuma sekarang bagaimana kita menyikapi itu. Jadi ya, peluang itu ada, tinggal bagaimana kita menangkap peluang-peluang tersebut.

Kami di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing ini terus berupaya bagaimana memfasilitasi ini supaya gathuk [serasi --Red], bisa nyambung, gitu lho.

Mustinya Februari kemarin saya dengan Meituan mau ke Indonesia. Meituan itu platfrom digital ke-3 terbesar di sini. Jadi pertama Alibaba, kedua JD.com, dan ketiga Meituan. Kemarin saya bahas bagaimana kalo kita buat pilot project di beberapa provinsi dulu dengan marketplace yang besar, juga di Indonesia. Jadi ini sedang kita bahas. Seharusnya saya Februari lalu ke Indonesia dengan mereka, tapi kemudian ada COVID, jadi tertunda. Sekarang kita lakukan secara virtual-lah. Kira-kira begitulah mengenai digital economy.

Menarik sekali. Nampaknya ini akan menjadi sumber pendapatan yang besar juga ya.

Iya. Coba lihat saja yang kita punya: Gojek, Tokopedia, dan lain-lain. Itu kan 10 atau 8 tahun lalu nilainya masih berapa, sekarang kan sudah miliaran US dollar. Yang Decacorn kan Gojek, sudah di atas US$ 10 miliar. Tokopedia mungkin US$ 8-10 miliar. Kan itu besar sekali.

Kalau setiap perusahaan Indonesia mulai melakukan transformasi digital, tentu sangat membantu pengembangan ekonomi lokal ya?

Iya, saya kira betul sekali Mbak. Pemerintah kan, Pak Presiden dan jajarannya, memberikan prioritas juga terhadap perkembangan ekonomi digital Indonesia. Jadi saya optimis. Kebetulan kan anak-anak saya, dan banyak saya kenal anak-anak muda, bermain di digital ekonomi. Jadi saya cukup ikuti perkembangan digital ekonomi di Indonesia. Saya di sisi optimistik.

Dubes RI Djauhari Oratmangun dalam salah satu poster kegiatan di China. [Dok. pribadi]
Dubes RI Djauhari Oratmangun dalam salah satu poster kegiatan di China. [Dok. pribadi]

Sekarang kita ke isu yang lain, soal mobil listrik. Ini salah satu industri masa depan yang akan dikembangkan dan menjadi prioritas pemerintah.

Baca Juga: Penelitian Awal Vaksin Sinovac Dilakukan di Luar Negeri, Ini Kata BPOM

Betul. EV, electric vehicle, jadi prioritas kita. Mungkin saya cerita singkat saja. Begini: waktu saya masuk sini, saya minta atase perdagangan, “Coba dong, bedahin elemen-elemen dari ekspor kita ke sini.” Saya dapat angka electronik cuma US$ 3 miliar. Dari US$ 3 miliar, elemen baterainya sangat minim.

Lalu saya minta juga, “Coba bedahin ekspor dari salah satu negara di ASEAN.” Saya gak usah sebut nama negaranya. Ekspor elektronik mereka sekitar US$ 30 miliar. Dari komponen elektronik itu, komponen baterainya sekitar US$ 20-an miliar. Nah, kan saya lalu bertanya-tanya, “Yang punya nikel kita, kok komponen ekspor elektronik kita, khususnya baterai, itu sangat minim?” Kan something must be wrong with us. Itu kan logikanya.

Untuk electric vehicle, saya kira sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat, itu menjadi salah satu prioritas. Oleh karena itu produksi baterai lithium pun menjadi prioritas, karena kebutuhannya akan sangat meningkat. Semua kan sekarang bergerak ke arah EV.

Dalam konteks itulah kemudian Pak Menteri Maritim dan Investasi mencari investor-investor di sektor tersebut. Kebetulan saya yang dampingi waktu kita roadshow pada tahun sebelumnya dan tahun lalu.

Jadi tidak hanya di hulu, tetapi juga sampai hilir. Itulah kemudian dilakukan pembicaraannya secara detail di Tengchong kemarin. Kami berbicara dengan investor-investor utama di sektor-sektor tersebut yang ada di Tiongkok. Pertemuan ini masih berlanjut terus.

Jadi agenda pertemuan Pak Menko dengan Menteri Luar Negeri China yang merangkap state counsellor atau anggota dewan negara, selain kerja sama di bidang vaksin, juga kerja sama di bidang ekonomi. Kerja sama di bidang ekonomi salah satunya yang tadi ditanyakan Mbak itu.

Selama ini kalau kita menjalin kerja sama ekonomi dengan negara lain, selalu yang dikedepankan adalah kekayaan sumber daya alam yang berlimpah. Akibatnya teknologi kita tidak berkembang. Kita hanya menjadi pensuplai bahan baku. Apalagi teknologi baterai di kita kan belum berkembang. Bagaimana agar hal itu tidak terulang?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI