Suara.com - Program vaksinasi Covid-19 di Indonesia telah resmi memasuki tahap inti sejak Rabu (13/1/2021), dengan suntikan vaksin perdana diberikan langsung kepada Presiden Joko Widodo. Adalah vaksin Sinovac bernama CoronaVac yang sebelumnya sudah tersedia 18 juta dosis di Indonesia, yang disuntikkan ke lengan kiri Presiden Jokowi.
Menyusul Jokowi, sejumlah tokoh dan perwakilan masyarakat pun kemudian ikut mendapatkan suntikan vaksin corona tersebut. Termasuk di dalamnya sejumlah menteri dan pejabat negara, juga pimpinan berbagai lembaga dan tokoh keagamaan, serta sosok populer seperti Raffi Ahmad.
Berikutnya, vaksin itu pun segera akan diberikan pada para tokoh di daerah, yang disusul kemudian dengan para tenaga kesehatan dan pekerja di layanan kesehatan yang memang menjadi sasaran utama di gelombang awal program vaksinasi ini.
Namun seiring berjalannya vaksinasi ini, salah satu yang kemudian banyak menjadi bahan pembicaraan --bahkan juga kritik-- adalah soal tingkat kemanjuran atau angka efikasi vaksin Sinovac tersebut. Hasil uji klinis terakhir di Indonesia terhadap vaksin ini menyimpulkan efikasi 65,3 persen, yang oleh sebagian pihak dipandang tidak cukup baik. Tapi, benarkah demikian?
Melalui sebuah keterangan tertulis yang disampaikan usai keluarnya Emergency Use Authorization (EUA) vaksin Sinovac oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyusul hasil uji klinis itu, Selasa (12/1), Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt, pun menyampaikan pendapatnya.
Zullies menegaskan bahwa yang pasti vaksin Covid-19 Sinovac telah memenuhi ambang batas minimal efikasi dari organisasi kesehatan dunia (WHO) yang sebesar 50 persen. Bahkan menurutnya, efikasi 65,3 persen pada vaksin Sinovac akan sangat berarti untuk mengurangi keparahan pandemi Covid-19 di Indonesia.
"Penurunan kejadian infeksi sebesar 65 persenan secara populasi tentu akan sangat bermakna dan memiliki dampak ikutan yang panjang," ungkapnya.
![Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan vaksinasi Covid-19 perdana di Istana Negara, Rabu 13 Januari 2021 / [Foto Istimewa]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/01/13/73211-presiden-jokowi-disuntik-vaksin.jpg)
Simak petikan lengkap penjelasan Prof Zullies Ikawati, yang disusun dalam format pertanyaan dan paparan/jawaban (Q&A) sebagaimana berikut ini:
Izin penggunaan darurat vaksin Sinovac akhirnya keluar menyusul pengumuman hasil uji klinik. Penjelasannya?
Baca Juga: Monica Nirmala: Protokol 3M dan 3T Jadi Kunci Kendalikan Pandemi Covid-19
Saat yang ditunggu-tunggu tiba, yaitu pengumuman hasil uji klinik vaksin Sinovac sekaligus pemberian izin penggunaan darurat (EUA) kepada PT Bio Farma sebagai pengusung vaksin ini di Indonesia. Paling tidak, sebagian besar pertanyaan telah terjawab mengenai efikasi dan keamanannya.
Vaksin Sinovac dinyatakan memiliki efikasi 65,3%, dan dari segi keamanan dinyatakan aman. Efek samping ada dilaporkan, tetapi ringan dan bersifat reversible. Kekhawatiran tentang kejadian antibody-dependent enhancement (ADE) seperti yang banyak disebut di beberapa media sosial dan menjadi ketakutan banyak orang tidak terjadi pada uji klinik Sinovac di Indonesia, maupun di Turki dan Brazil.
Efikasi 65,3% rendahkah? Bagaimana cara hitungnya?
Banyak orang [memang] bertanya: kok efikasinya lebih rendah daripada yang di Turki atau Brazil (sebelum belakangan Brazil merilis angka efikasi terbaru 50,4% --Red)? Kok lebih rendah dari vaksin Pfizer dan Moderna yang katanya bisa mencapai 90%? Bagaimana cara menghitungnya?
Vaksin dengan efikasi atau kemanjuran 65,3% dalam uji klinik berarti terjadi penurunan 65,3% kasus penyakit pada kelompok yang divaksinasi dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi (atau plasebo). Dan itu didapatkan dalam suatu uji klinik yang kondisinya terkontrol.
Jadi misalnya pada uji klinik Sinovac di Bandung yang melibatkan 1.600 orang, terdapat 800 subyek yang menerima vaksin dan 800 subyek yang mendapatkan placebo (vaksin kosong). Jika dari kelompok yang divaksin ada 26 yang terinfeksi (3,25%), sedangkan dari kelompok placebo ada 75 orang yang kena Covid (9,4%), maka efikasi dari vaksin adalah = (0,094 - 0,0325)/0,094 x 100% = 65,3%. Jadi yang menentukan adalah perbandingan antara kelompok yang divaksin dengan kelompok yang tidak.