Jadi gini, aturan di Undang-Undang Pemilu itu, nomor 7/2017 ya ditentukan bahwa salah satu syarat orang kalau mau nyalon anggota DPR, DPRD maupun DPD, ya, itu ketentuannya adalah tidak pernah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang ancamannya 5 tahun. Ancaman itu angka yang ada di pasal di undang-undang yang dijadikan dasar untuk memidana seseorang bukan putusannya, ya, nah, harus dicek dulu pasal yang dikenakan pasal berapa disitu ancamannya itu berapa yang kita cek itu dulu 5 tahun atau lebih kalau di bawah 5 tahun nggak kena ketentuan yang nanti saya mau ceritakan.
Jadi pada dasarnya, sekali lagi ya, orang yang pernah kena pidana, ya, berdasarkan keputusan pihak pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yang ancamannya lima tahun atau lebih itu pada dasarnya nggak boleh nyalon. Ya, baik anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi Kabupaten Kota, kemudian nyalon presiden, kemudian nyalon kepala daerah itu nggak boleh. Tapi kemudian ketentuannya digugat di Mahkamah Konstitusi.
Kemudian Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa orang yang pernah kena pidana, boleh nyalon. Tapi ada beberapa syarat dia harus mengakui bahwa dirinya pernah dipidana kemudian membuat surat pernyataan bahwa dia pernah dipidana diserahkan kepada KPU, yang kedua dia harus mendeklarasikan atau mengumumkan kepada publik bahwa dia pernah dipidana melalui media massa, media cetak, kemudian yang ketiga harus sudah selesai menjalani pidananya artinya mantan terpidana bukan bukan mantan narapidana nah belakangan ada putusan Mahkamah Konstitusi yang berbeda, ya, ini kan pernah digugat MK memutuskan itu.
Kemudian pernah digugat lagi di Mahkamah Konstitusi yang kemudian MK menyatakan orang yang masuk kategori tadi ya, pernah dipidana, sudah selesai menjalankan pidananya itu boleh nyalon tidak langsung begitu dia bebas langsung nyalon ada durasi 5 tahun jeda setelah dia bebas murni atau setelah dinyatakan selesai menjalankan pidananya. contoh misalkan begini ini ada peristiwa di Pilkada Boven Digoel 2020 kemarin awalnya putusan MK ini untuk Undang-Undang tentang Kepala Daerah di-judicial review, tapi kemudian UU Pemilu juga di judicial review.
Jadi sebagai contoh, misalkan (di Pilkada) Boven Digoel itu ada orang pernah dipidana, dia dinyatakan bebas murni atau telah menjelaskan selesai menjalankan pidananya itu, seingat saya 15 Januari 2016. Nah, kemudian MK membuat putusan bahwa orang yang pernah kena pidana itu harus ada durasi untuk dapat dicalonkan, maka kalau hitung 5 tahun maka jatuhnya kan 15 Januari 2021. Nah, yang bersangkutan tahapan pendaftaran calon kepala daerah 2020 kemarin itu tanggal 3-6 September 2020.
Nah, kalau 5 tahun itu jatuhnya 15 Januari 2021, kalau pendaftaran di September kan belum genap 5 tahun Pertanyaannya orang ini memenuhi syarat nggak? Nggak, nah, cara menghitungnya seperti itu dan belakangan MK membuat putusan juga untuk syarat calon Kota DPR, DPRD Provinsi Kabupaten Kota, juga DPD Itu syaratnya ada durasi 5 tahun setelah selesai menjalani pidana baru boleh dicalonkan kira-kira begitu. Jadi pada dasarnya berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut bahwa orang yang pernah kena pidana dapat mencalonkan diri tapi harus memenuhi beberapa persyaratan tadi. Yang pertama harus menyatakan dirinya pernah dipidana. Yang kedua, dia mengemukakan pernyataannya itu ke media. Kemudian yang ketiga, telah selesai menjalani pidana. Kemudian yang keempat adalah masa jedanya sudah lima tahun terhitung dari dia bebas murni sampai pada masa pencalonan. Kira-kira begitu.
Di situ kan ancamannya lima tahun atau lebih. Tidak disebut pidananya pidana apa. Apakah hanya korupsi, pembunuhan atau apa yang kejahatan-kejahatan berat ya. Tidak ditentukan. Sehingga kemudian apapun kategorisasi kejahatannya yang penting dilihat adalah ancamannya 5 tahun atau lebih atau tidak. Kalau misalkan dia melakukan tindakan pidana korupsi hampir bisa dipastikan ancamannya 5 tahun atau lebih.
Nah, syarat-syaratnya ketika dia dicalonkan sebagai anggota DPR misalkan atau mencalonkan dia sebagai DPD itu ada tadi ya surat pernyataan kemudian bukti bahwa dia pernah mengumumkan di media massa, kemudian salinan putusan pengadilan di mana yang bersangkutan pernah dipidana itu, kemudian surat keterangan dari pengadilan, surat keterangan dari kepolisian, macam-macam syaratnya. Termasuk untuk membuktikan bahwa yang bersangkutan sudah selesai atau belum dan selesainya kapan, itu ada surat keterangan dari lembaga yang mengelola pemasyarakatan.
Semuanya disubmit atau semuanya dimasukkan ke dalam silon sistem lembaga pencalonan. Problemnya adalah kalau ketemu orang tidak jujur. Dia pernah dipidana, ancamannya lima tahun atau lebih, tapi nggak pernah ngaku, nggak pernah mensubmit itu. Kita kan nggak tahu, Kemudian daftar calon sementara diumumkan dalam rangka supaya masyarakat mencermati nama-nama yang dicalonkan oleh partai politik dari daerah pemilihan mana, nomor urut berapa, supaya orang tahu bahwa "Oh, si Anu ini kok pernah punya status ini ya, tapi kok dan seterusnya dan seterusnya" maka kemudian di dalam dokumen yang dikelola oleh KPU yang disiapkan oleh masing-masing partai politik semuanya ada disitu, bahkan isian tentang status yang bersangkutan juga ada, gitu.
Baca Juga: Profil Tri Wahyudi: Sosok Caleg Muda yang 'Ngide' Kampanye di Bumble
Informasi itu kan dicantumkan di silon ya, pak. Tapi kan gak semua masyarakat bisa mudah mengakses silon?