BI Berikan Obat Kuat untuk Likuiditas Perbankan

Kamis, 22 Mei 2025 | 11:23 WIB
BI Berikan Obat Kuat untuk Likuiditas Perbankan
BI berikan obat kuat untuk likuiditas perbankan

Suara.com - Bank Indonesia (BI) terus memperkuat likuditas perbankan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Salah satu kebijakan baru yang akan diberlakukan efektif mulai 1 Juni adalah peningkatan Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) dari sebelumnya 30% menjadi 35% dari modal bank, dengan tetap menjunjung prinsip kehati-hatian.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan kebijakan ini diharapkan dapat memperluas sumber pendanaan perbankan tidak hanya dari dana pihak ketiga, tetapi juga dari luar negeri. "Kami terus menambah likuiditas dengan kebijakan insentif likuiditas yang kami umumkan dan terus kami lakukan dengan jumlah yang besar untuk sekarang kami tambah lagi 2 instrumen untuk perbankan semakin mendorong pertumbuhan kredit,"katanya dalam video BI, Kamis (22/5/2025).

Lalu, BI juga melonggarkan likuiditas dengan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari 5% menjadi 4% untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 4%. Serta  menurunkan rasio PLM syariah sebesar 100 bps dari 3,5 persen  menjadi 2,5 persen untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah (BUS/UUS), dengan fleksibilitas repo sebesar 2,5 persen.

Penurunan ini juga ditujukan untuk memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan, yang berlaku efektif sejak 1 Juni 2025. "Pelonggaran likuritas dengan rasio penyangga likuritas makroprudensial yang konvensional turun dari 5% menjadi 4%, yang syariah turun dari 3,5% menjadi 2,5%," ujarnya.

Sementara itu, kredit pada April 2025 tumbuh sebesar 8,88% (yoy), lebih rendah dari 9,16% (yoy) pada Maret 2025. Dari sisi penawaran, minat penyaluran kredit oleh bank (lending standard) masih baik, terutama pada sektor pertanian, LGA (Listrik, Gas, dan Air), dan jasa sosial. Kondisi likuiditas perbankan secara umum masih memadai, namun pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) cenderung melambat dari 5,51%(yoy) pada awal Januari 2025 menjadi 4,55%(yoy) pada April 2025.

Kondisi ini mendorong persaingan dalam pendanaan antar bank dan perlunya memperluas sumber pendanaan lainnya di luar DPK. Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit terutama dikontribusikan oleh sektor industri, pengangkutan, dan jasa sosial, sedangkan kontribusi pertumbuhan kredit sektor konstruksi dan perdagangan serta sektor-sektor lainnya masih terbatas.

Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi, masing-masing sebesar 4,62% (yoy), 15,86% (yoy), dan 8,97% (yoy). Pembiayaan syariah tumbuh sebesar 8,85% (yoy).Sedangkan, kredit UMKM tumbuh sebesar 2,60% (yoy). Dengan perkembangan kredit sampai dengan April 2025 tersebut, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan pada 2025 akan berada pada kisaran 8–11%. Ke depan, berbagai upaya perlu terus didorong untuk meningkatkan penyaluran kredit, baik dengan penurunan suku bunga dan perluasan sumber dana perbankan, maupun peningkatan permintaan dari sisi sektor riil.

Sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia akan terus memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendorong pertumbuhan kredit yang lebih tinggi, termasuk mengoptimalkan instrumen Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN), Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM), dan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Ketahanan perbankan tetap kuat mendukung stabilitas sistem keuangan. Kondisi likuiditas perbankan tetap memadai, permodalan masih tinggi, serta risiko kredit rendah. Likuiditas perbankan memadai, tecermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang stabil sebesar 25,23% pada April 2025. Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan pada Maret 2025 sebesar 25,38% sehingga masih mampu untuk menyerap risiko.

Baca Juga: Hore, QRIS Bisa Digunakan di Jepang Mulai 17 Agustus

Sedangkan, rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) perbankan tercatat rendah, sebesar 2,17% (bruto) dan 0,80% (neto) pada Maret 2025. Hasil stress test Bank Indonesia juga menunjukkan ketahanan perbankan tetap kuat, serta ditopang oleh kemampuan membayar dan profitabilitas korporasi yang terjaga.

Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan bersama KSSK dalam memitigasi berbagai risiko ekonomi global dan domestik yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan. Sementara itu, strategi operasi moneter pro-market juga terus dioptimalkan untuk mendukung efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui kecukupan likuiditas.

Dalam kaitan ini, instrumen moneter pro-market SRBI, SVBI, dan SUVBI terus dioptimalkan. Hingga 19 Mei 2025, total posisi instrumen SRBI tercatat sebesar Rp869,67 triliun, menurun dari Rp923,53 triliun pada awal Januari 2025, sehingga mendukung ekspansi likuiditas kebijakan moneter. Sementara instrumen SVBI dan SUVBI pada 19 Mei 2025 masing-masing tercatat sebesar 1,97 miliar dolar AS dan 306 juta dolar AS.

Implementasi dealer utama (primary dealer) sejak Mei 2024 juga makin meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan repurchase agreement (repo) antar pelaku pasar.  Bank Indonesia juga melakukan pembelian SBN dari pasar sekunder untuk memperkuat ekspansi likuiditas kebijakan moneter, sekaligus mencerminkan sinergi erat antara kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal Pemerintah.

Selama tahun 2025 (hingga 20 Mei 2025), Bank Indonesia telah membeli SBN sebesar Rp96,41 triliun, yaitu melalui pasar sekunder sebesar Rp64,99 triliun dan pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), termasuk syariah, sebesar Rp31,42 triliun.

Ke depan, Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan strategi operasi moneter pro-market untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter dalam mencapai sasaran inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI