Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir untuk Sumatera dan Kalimantan Dibangun 4 Tahun Lagi

Selasa, 27 Mei 2025 | 10:26 WIB
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir untuk Sumatera dan Kalimantan Dibangun 4 Tahun Lagi
Pembangkit listrik tenaga nuklir [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah mau manfaatkan tenaga nuklir untuk jadi listrik. Salah satunya, membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) mulai 2027 dan beroperasi 2034.

Rencana ini setelah, PLTN masuk dalam proyeksi Rencana Usaha Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2035.

PLTN yang dibangun pemerintah bisa memiliki kapasitas 500 megawatt (MW) untuk kebutuhan 10 tahun ke depan.

"Jadi mungkin pembangunannya itu lagi 4-5 tahun. Jadi mungkin 2027 sudah mulai on kerjanya. Tapi kita mulai dengan small dulu," ujar Bahlil dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM yang ditulis, Selasa (27/5/2025).

Bahlil menjelaskan, PLTN akan fokus dibangun di wilayah Sumatera dan Kalimantan, dengan daya masing-masing PLTN mencapai 250 MW.

Menurut dia, dipilihnya lokasi tersebut karena sesuai kajian yang dilakukan oleh Tim Kementerian ESDM. Dalam kajian itu, bilang Bahlil, dua lokasi itu cocok untuk membangun PLTN.

"Jadi, kalau ditanya bahwa apakah sudah dikajian atau belum, kelebihan kajian malah. Kelebihan kajian, kita kaji dulu. Jadi ya sudah sangat kajian," imbuh dia.

Sebelumnya, Kementerian ESDM secara resmi menetapkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2035 dengan target ambisius penambahan pembangkit listrik sebesar 59,2 gigawatt (GW) dalam kurun waktu 10 tahun ke depan. Rencana ini menandai pergeseran besar ke arah pemanfaatan energi bersih, dengan porsi terbesar berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT).

Dari total target penambahan pembangkit tersebut, 42,6 GW dialokasikan untuk pembangkit berbasis EBT dan 16,6 GW berasal dari sumber energi fosil. Komposisi ini mencerminkan strategi jangka panjang pemerintah dalam mengurangi ketergantungan terhadap energi berbasis karbon dan mempercepat transisi menuju bauran energi yang lebih ramah lingkungan.

Baca Juga: RUPTL Terbaru, Ungkap Peran Strategis IIF Dalam Mendukung Investasi EBT

Rincian target EBT meliputi:

Pembangkit tenaga surya sebesar 17,1 GW

Pembangkit tenaga air sebesar 11,7 GW

Pembangkit tenaga angin sebesar 7,2 GW

Pembangkit panas bumi sebesar 5,2 GW

Bioenergi sebesar 0,9 GW

Pembangkit nuklir pertama sebesar 0,5 GW

Sementara itu, dari sisi energi fosil, penambahan direncanakan berasal dari, pembangkit berbasis gas sebesar 10,3 GW dan pembangkit batu bara sebesar 6,3 GW

Pemerintah menargetkan penambahan pembangkit sebesar 27,9 GW dapat direalisasikan dalam lima tahun pertama (2025–2029), sedangkan sisanya sebesar 31,3 GW—termasuk sistem storage sebesar 10,3 GW—akan dilakukan dalam lima tahun kedua (2030–2034).

Untuk mewujudkan seluruh target tersebut, dibutuhkan investasi total sekitar Rp2.967,4 triliun yang dibagi ke dalam dua periode. Periode pertama (2025–2029) memerlukan dana sekitar Rp1.173,94 triliun, sementara periode kedua (2030–2034) membutuhkan investasi sebesar Rp1.793,48 triliun.

Pemerintah akan mengalokasikan porsi investasi yang signifikan kepada sektor swasta melalui skema kerja sama dengan Independent Power Producer (IPP), yakni sebesar Rp1.566,1 triliun. Sedangkan, pengembangan oleh PT PLN (Persero) akan mencakup investasi sebesar Rp567,6 triliun.

Tidak hanya fokus pada penambahan kapasitas listrik, pelaksanaan RUPTL ini juga diharapkan memberikan dampak ekonomi berupa penciptaan lapangan kerja. Selama satu dekade pelaksanaan, proyek ini diproyeksikan akan menyerap sekitar 1,7 juta tenaga kerja.

Rinciannya meliputi 836.696 tenaga kerja untuk sektor manufaktur, konstruksi, serta operasi dan pemeliharaan pembangkit, dan 881.132 tenaga kerja untuk pemeliharaan gardu induk serta distribusi jaringan.

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) memanfaatkan reaksi fisi nuklir untuk menghasilkan panas, yang kemudian digunakan untuk memutar turbin dan menghasilkan listrik.

PLTN menawarkan potensi energi bersih karena tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca selama operasi normal. Namun, PLTN juga menghadapi kontroversi.

Risiko kecelakaan nuklir seperti Chernobyl dan Fukushima menjadi kekhawatiran utama. Selain itu, pengelolaan limbah radioaktif yang berumur panjang memerlukan solusi penyimpanan yang aman dan jangka panjang.

Meskipun demikian, inovasi teknologi terus dilakukan untuk meningkatkan keamanan dan efisiensi PLTN, menjadikannya salah satu opsi dalam diversifikasi sumber energi global.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI