Suara.com - Kepala Pusat Makroekonomi dan Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rizal Taufiqurrahman, menilai terciptanya 67 ribu lowongan kerja pada 2025 memang tidak sepenuhnya tanpa dasar.
Angka tersebut nampaknya berasal dari rencana relokasi dua perusahaan tekstil global ke Indonesia, “global textile brands”, dengan estimasi sebaran lowongan pekerjaan terbesar di Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, dan Jawa Timur.
Hal ini dikarenakan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan memprediksi akan ada 67 ribu lowongan kerja baru. Adapun, lowangan kerja tersebut dinilai belum bisa terjadi dalam waktu dekat.
"Namun perlu digarisbawahi dan penting, bahwa hingga pertengahan tahun, data realisasi serapan tenaga kerja dari proyek tersebut belum terlihat secara konkret," kata Rizal saat dihubungi Suara.com, Jumat (13/6/2025.
Rizal mengatakan pernyataan tersebut masih berupa proyeksi investasi, belum aktualisasi dan realisasi di lapangan. Maka dari itu, dalam konteks ketenagakerjaan nasional, penting untuk tidak sekadar melihat angka headline.
"Tetapi juga mengevaluasi dan memonitoring proses realisasi dan kapasitas eksekusi proyek itu sendiri" katanya.
Menurut dia, jenis pekerjaan yang akan terbuka lebar terkait pernyataan tersebut dari sektor industri padat karya, khususnya tekstil dan garmen, yang secara karakteristik didominasi oleh tenaga kerja level operator produksi, teknisi, dan logistik dasar.
Seluruhnya berasal dari sektor swasta, bukan lowongan dari pemerintah seperti CPNS atau PPPK.
"Relokasi investasi ini berorientasi pada efisiensi biaya produksi, dengan menyasar wilayah berupah minimum rendah dan infrastruktur kawasan industri yang siap pakai, seperti di Jawa Tengah," bebernya.
Baca Juga: Rahasia Lolos Seleksi Bank BRI: Panduan Lengkap Syarat dan Tips Melamar Kerja
Selain itu, Ini juga mencerminkan kecenderungan bahwa permintaan tenaga kerja di 2025 tetap akan terkonsentrasi di sektor formal manufaktur berorientasi ekspor, yang rentan terhadap dinamika pasar global.
Lanjutnya, dilihat dari sisi angka, proyeksi 67 ribu lowongan kerja memang berpotensi mengkompensasi jumlah pekerja yang terdampak PHK. Namun substansinya tidak sesederhana itu.
"Terdapat kesenjangan waktu antara terjadinya gelombang PHK dengan realisasi perekrutan industri baru," ucapnya.
Selain itu, karakteristik korban PHK tidak selalu sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh sektor padat karya seperti sector tekstil. Tanpa adanya pelatihan ulang (reskilling) dan dukungan mobilitas tenaga kerja lintas wilayah, peluang kerja ini bisa saja tidak menjangkau mereka yang benar-benar terdampak.
"Maka, kebijakan perlu difokuskan pada integrasi antara investasi masuk dan agenda perlindungan serta reorientasi tenaga kerja domestik," tandasnya.
Sebelumnya, Luhut mengatakan lapangan kerja tersebut akan tercipta dari relokasi sejumlah pabrik tekstil dari merek-merek global ke Tanah Air. Menurutnya, industri padat karya menjadi salah satu sektor vital untuk ketenagakerjaan RI.