Suara.com - Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Isu Air, Retno Marsudi, mengungkapkan bahwa pada tahun 2050, dunia akan menghadapi realitas mengerikan dimana kebutuhan pangan melonjak 50%, populasi bumi mencapai 10 miliar jiwa, sementara kebutuhan air tawar akan meningkat 30%. Semua ini terjadi di tengah ancaman krisis air yang semakin nyata.
Dalam acara Kagama Leaders Forum di Gedung RRI, Jakarta, Kamis (17/7/2025) sore, Retno Marsudi menyoroti keterkaitan erat antara ketahanan pangan dan ketersediaan air. “72% air, khususnya fresh water di dunia digunakan untuk sektor pertanian,” ungkap Retno.
Sebagai gambaran, Retno menyebutkan bahwa 1 kilogram beras memerlukan 2.500 liter air dalam setahun, sementara untuk 1 kilogram jagung diperlukan 900 liter air. "Dengan kata lain, diperlukan air yang sangat banyak untuk memproduksi pangan. Nah, pada saat kita tahu bahwa ketergantungan pangan terhadap air begitu besar, pertanyaannya adalah bagaimana kondisi air dunia saat ini?" tanya Retno, menggaungkan urgensi masalah.
Retno Marsudi tak menampik bahwa dunia kini tengah menghadapi krisis air serius dengan tiga tantangan utama: banjir, kekeringan, dan isu geopolitik. Angka-angka yang dipaparkannya sangat mengkhawatirkan.
Saat ini, satu dari empat orang di dunia menghadapi kekeringan atau kekurangan air. Dan proyeksi ke depan jauh lebih suram: pada tahun 2050 nanti, para ahli memperkirakan kekeringan akan berdampak terhadap 3 dari 4 penduduk dunia. "It's a lot," tegas Retno, menggambarkan skala masalah yang masif.
"Dan di tahun 2050 juga, penduduk dunia diperkirakan akan menjadi 10 miliar, kebutuhan pangan akan meningkat 50%, dan kebutuhan fresh water akan meningkat 30%. Dan climate change memperburuk semua tantangan yang dihadapi oleh air saat ini," tambah Retno, menegaskan bahwa perubahan iklim adalah akselerator krisis ini.
Salah satu masalah krusial adalah minimnya pendanaan untuk infrastruktur air. Berdasarkan data Bank Dunia, anggaran pemerintah untuk mendanai infrastruktur air hanya 1,2% dari total belanja publik. Dari sumber pendanaan yang ada, 90% masih berasal dari dana pemerintah, sementara partisipasi swasta baru mencapai 2%. Ini menunjukkan tantangan besar dari segi pendanaan.
Retno pun mendorong agar pemerintah mempercepat transformasi sistem agrifood, sehingga menjadi lebih efisien, inklusif, resilient, dan berkelanjutan. Upaya ini harus diarahkan untuk menghasilkan produksi pertanian yang lebih tinggi dengan menggunakan air yang lebih sedikit.
"Karena tadi, 72% fresh water dunia terserap untuk agriculture. Artinya kita harus menerapkan integrated water resources management approaches dan juga solusi inovatif lainnya. Maka water responsive approach memang mau tidak mau harus diletakkan at the heart of agrifood system," terang Retno.
Baca Juga: Produsen Beras Curang Oplos Mutu dan Volume? Kapolri: Kami Usut Tuntas!