- Pemerintah mempercepat Program Makanan Bergizi (MBG) sesuai Perpres 115 Tahun 2025 yang ditetapkan Presiden 17 November 2025.
- Program ini wajib menggunakan bahan baku dari usaha rakyat serta fokus percepatan layanan SPPG di wilayah 3T.
- Pelaksanaan MBG melibatkan banyak kementerian dan memerlukan percepatan pemenuhan tenaga ahli gizi di setiap SPPG.
Suara.com - Pemerintah mulai mempercepat implementasi program Makanan Bergizi (MBG), termasuk kewajiban penggunaan bahan baku dari usaha rakyat dan percepatan layanan SPPG di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Hal ini disampaikan Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan alias Zulhas, usai Rapat Koordinasi Terbatas di Kantor Kemenko Bidang Pangan, Jakarta.
Zulhas menjelaskan, rapat tersebut menjadi kick off pelaksanaan Perpres 115 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Program MBG yang ditetapkan Presiden pada 17 November 2025.
“Saudara-saudara, baru saja kami menyelesaikan rapat perdana atas lahirnya atau kick off implementasi Perpres 115 Tahun 2025,” ujar Zulhas, Rabu (3/12/2025).
Ia memaparkan program MBG melibatkan hampir 26 kementerian/lembaga sehingga diperlukan sosialisasi masif di pusat dan daerah. Selain itu, terdapat 15 aturan turunan yang harus dibereskan.
“Ada 13 (aturan turunan) tinggal disesuaikan dengan perpres,” kata Zulhas.
![Ilustrasi MBG. [Ist]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/09/30/81489-ilustrasi-mbg-ist.jpg)
Percepatan layanan terutama menyasar daerah 3T karena capaian SPPG saat ini baru mencakup separuh target.
“Sekarang sudah ada SPPG 16.630 yang sudah operasional memberikan 47,2 juta penerima manfaat. Berarti masih ada, ini baru separuh,” ujarnya.
Ia meminta verifikasi dilakukan bersama-sama oleh pelaksana harian agar target 82,9 juta penerima manfaat pada Maret dapat tercapai.
Baca Juga: BGN Operasikan 276 SPPG sebagai Dapur Darurat Layani Pengungsi di Sumatera
Zulhas ikut menegaskan percepatan pemenuhan tenaga ahli gizi, meski kini SPPG diperbolehkan menggunakan lulusan dari beberapa rumpun ilmu kesehatan jika ahli gizi belum tersedia.
“Kalau ahli gizi nggak ada, memang boleh juga sekarang sarjana kesehatan. Kan dia juga belajar gizi kan. Sama sarjana teknologi pangan,” ucapnya.
Ia juga menyoroti pentingnya percepatan pelatihan keuangan SPPG serta kewajiban penggunaan bahan baku dari usaha rakyat.
“Dalam perpres bahan baku harus dari koperasi desa, dari UMKM atau usaha rakyat lainnya,” kata dia.
Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, mengingatkan program MBG tidak dapat berjalan tanpa tiga pilar utama.
“Satu SPPG, dua Ahli Gizi, tiga akuntan, ini tidak bisa ditawar. SPPG tidak bisa jalan tanpa 3 pilar utama ini,” pungkasnya.