Suara.com - Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebut hingga saat ini pemerintah belum bisa menetapkan standard harga tes swab atau tes usap test Covid-19 karena hal itu masih dibahas bersama sejumlah pihak.
"Standarisasi harga tes ini masih dirumuskan dengan keterlibatan berbagai pihak penyelenggara, urusan bidang kesehatan, termasuk penyelenggara kesehatan, kementerian kesehatan, baik swasta maupun pemerintah, serta provider dari PCR ataupun reagen," kata Wiku dalam konferensi pers dari Istana Negara, Kamis (10/9/2020).
Dia menyatakan setelah pemerintah memutuskan, hasilnya segera disampaikan ke publik dan setiap fasilitas kesehatan penyelenggara PCR harus menggunakan standarisasi harga yang ditetapkan kemudian.
"Setelah dirumuskan, kami akan secara transparan kepada publik dan menetapkan pada laboratorium-laboratorium penyelenggara testing PCR tersebut," ucapnya. Meski demikian Wiku tidak menjelaskan kapan keputusan soal standar harga tes swab itu akan ditetapkan dan diumumkan ke publik.
Tes, tes, tes
Tes swab sejauh ini merupakan salah satu jenis tes yang paling akurat untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi virus Sars-Cov-2, pemicu Covid-19, atau tidak. Rapid test atau tes cepat yang selama ini lebih banyak dilakukan sering kali tidak akurat hasilnya.
Sayangnya tes swab di rumah-rumah sakit masih sangat mahal untuk publik. Harganya berkisar di atas Rp 1,5 juta. Alhasil banyak orang yang tidak bisa mengakses tes yang sangat penting tersebut secara mandiri.
Padahal menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), tes yang akurat merupakan salah satu kunci untuk menekan angka penularan Covid-19 di seluruh dunia.
"Kami punya pesan sederhana untuk semua negara: tes, tes, tes," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sebuah jumpa pers Maret lalu.
Baca Juga: Kasus Corona Meningkat, Satgas Covid-19 Tak Ingin Pilkada Serentak Ditunda
Rem darurat Ibu Kota
Ketika pemerintah pusat sedang membahas standardisasi harga tes swab, pemerintah DKI Jakarta mengumumkan akan mulai menerapkan kembali PSBB total per 14 September.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan jika PSBB tak diterapkan maka fasilitas kesehatan di Jakarta akan tumbang karena tak lagi mampu menampung pasien Covid-19.
"Bila situasi ini berjalan terus, tidak ada pengereman, maka dari data yang kami miliki bisa dibuat proyeksi bahwa tanggal 17 September tempat tidur isolasi yang dimiliki akan penuh. Sesudah itu tidak mampu menampung pasien Covid-19 lagi,” ujar Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (10/9/2020).
Anies menjelaskan, saat ini Jakarta mampu menampung 4.053 pasien corona di 67 Rumah Sakit rujukan Covid-19. Mereka ditempatkan di ruang isolasi dan Intensive Care Unit (ICU).
“Saat ini DKI Jakarta memiliki 4.053 tempat tidur isolasi mandiri khusus Covid-19, dan per kemarin (Selasa, 8/9/2020) sudah 77 persen terpakai,” jelasnya.