Limbah Rokok Termasuk Bahan Berbahaya Beracun, Industri Tembakau Wajib Tanggung Jawab!

Jum'at, 27 Mei 2022 | 20:47 WIB
Limbah Rokok Termasuk Bahan Berbahaya Beracun, Industri Tembakau Wajib Tanggung Jawab!
Ilustrasi sampah puntung rokok. (Shutterstock)

Suara.com - Konsumsi rokok mengakibatkan 4,5 triliun puntung rokok dibuang setiap tahun di seluruh dunia, yang menyumbangkan 766 juta ton sampah beracun setiap tahun, dua juta ton limbah padat dari kardus dan kemasan rokok.

Fakta menunjukkan Indonesia menjadi negara nomor dua penyumbang sampah di laut setelah China, ditemukan 187,2 juta ton sampah di laut Indonesia, dan sampah puntung rokok menjadi sampah terbanyak yang ditemukan.

Data The Ocean Conservancy yang setiap tahun mensponsori International Coastal Cleanup (ICC) yakni kegiatan bersih-bersih badan air di seluruh dunia, menunjukkan, dalam 25 tahun terakhir relawan ICC mengumpulkan sekitar 53 juta puntung rokok. Bahkan ditemukan 33,760 batang rokok di perairan Indonesia pada event The Beach & Beyond 2019.

Peneliti Ecoton, Eka Chlara Budiarti, mengutip studi terkini tentang banyaknya temuan pencemaran limbah puntung rokok baik di daratan maupun lingkungan perairan.

Ilustrasi puntung rokok (unsplash)
Ilustrasi puntung rokok (unsplash)

“Ada sekitar 5.6 triliun puntung rokok atau setara dengan 845.000 ton puntung rokok di seluruh dunia yang dibuang per tahunnya. Temuan di pesisir Mediterania menemukan ada setidaknya 2 juta punting rokok, dan ini lebih banyak daripada sampah jenis lainnya, seperti kantong plastik, tutup botol maupun sachet,” ujar dia dalam webinar bertema “Dampak Lingkungan Akibat Industri Tembakau: Antara Solusi Palsu dan Tanggung Jawab yang Seharusnya" Jumat (27/5/2022).

Eka menjelaskan, limbah rokok yang mencemari ini tidak dapat di daur ulang bahkan butuh 30 tahun terurai di alam. Bahkan yang menjadi problem adalah, apakah benar akan terurai? Karena peneliti dari Spanyol pada tahun 2021melaporkan, setidaknya dalam satu puntung rokok memiliki 15.600 helai fiber.

Dan ketika puntung rokok itu terlepas ke lingkungan terutama di perairan, maka ini dapat menghasilkan mikroplastik yang terlepas sebanyak 100 partikel/hari, dimana mikroplastik ini diyakini sama banyak dengan limbah cucian baju.

National Profesional Officer for Policy and Legislation, Dina Kania mengungkap fakta tersebut seharusnya membuat industri tembakau mengakui secara terbuka bahwa produknya berbahaya dan limbah produknya termasuk sampah B3 (bahan berbahaya beracun).

Ini tentu menimbulkan dampak lingkungan dan merusak ekosistem, karena itu harus bertanggung jawab atas segala dampak yang ditimbulkan.

Baca Juga: Ratusan Pemuda Anti-Rokok Berkumpul di IYSTC, Minta Pemerintah Lindungi Anak dari Manipulasi Industri Tembakau

"Semua proses pembuatan rokok konvensional, mulai dari pembudidayaan, produksi, distribusi, dan limbah produk tembakau, berkontribusi terhadap perubahan iklim dan mengurangi ketahanan iklim, dengan membuang sumber daya dan merusak ekosistem," jelaa Dina.

Dari sisi dampak pembukaan lahan, dan kecenderungan membuka lahan perawan untuk perkebunan tembakau, kata dia akan menimbulkan penggundulan hutan, dan berefek negatif terhadap sumber daya hutan.

Budidaya tembakau berkontribusi sebesar 5% terhadap kerusakan hutan global dan tidak memungkinkan peremajaan tanah atau perbaikan komponen ekosistem pertanian lainnya. Produksi rokok mengakibatkan 5% penggundulan hutan global (sampai dengan 30% di negara penanam tembakau).

Dari sisi dampak produksi, distribusi dan konsumsi, dalam 30 tahun terakhir konsumsi tembakau di Indonesia meningkat pesat, antara lain didorong harga rokok yang murah dan dijual batangan, strategi distribusi dan pemasaran industri rokok yang massif dengan menyasar anak dan remaja, dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya rokok.

Mengingat urgensi yang serius akibat dampak lingkungan yang ditimbulkan limbah puntung rokok, Ketua Dewan Pembina Indonesia Solid Waste Association (InSWA), Sri Bebassari, menegaskan industri harus bertanggung jawab.

Tanggung jawab produsen industri rokok, kata dia sesungguhnya sudah diatur dalam UU No.18 Tahun 2008 yang mewajibkan produsen mempunyai kendali dalam limbah hasil produksinya.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI