Suara.com - Penolakan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 semakin menguat, khususnya dari kalangan pekerja dan pelaku industri tembakau di Jawa Timur.
Mereka menilai regulasi turunan dari Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2024 ini berpotensi besar mengancam keberlangsungan industri tembakau nasional, yang selama ini menjadi penopang ekonomi lokal dan nasional.
Dalam Forum Diskusi Jawa Pos 2025 bertajuk 'Membedah Dampak PP 28/2024 Terhadap Keberlangsungan Industri Tembakau dan Industri Turunannya di Jawa Timur' yang digelar di Surabaya pada Selasa (29/4), berbagai asosiasi menyatakan penolakan terbuka terhadap PP tersebut. Forum ini menjadi ajang konsolidasi suara dari pekerja, petani, pedagang, hingga pelaku industri yang selama ini terlibat dalam ekosistem tembakau.
Sejumlah organisasi besar turut memberikan dukungan terhadap deklarasi penolakan ini, termasuk Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) Jawa Timur, Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Dewan Periklanan Indonesia (DPI), serta Gabungan Pengusaha Rokok (GAPERO) Surabaya.
Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jawa Timur dan sejumlah asosiasi dari sektor ritel dan rokok elektrik juga turut hadir dan menyatakan keprihatinan yang sama.
Ketua FSP RTMM SPSI Jawa Timur, Purnomo, secara gamblang menyampaikan kekhawatiran terhadap isi PP 28/2024 yang dinilai akan menghantam seluruh rantai pasok industri tembakau di Jawa Timur.
"Mulai dari hulu hingga hilir, dari petani tembakau dan cengkeh, hingga pekerja di pabrik rokok dan industri makanan minuman yang terkait, semuanya ada di Jawa Timur dan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian daerah," ujarnya seperti dikutip, Jumat (2/5/2025).
Kontribusi industri ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Purnomo menekankan bahwa sektor tembakau menyumbang triliunan rupiah ke kas negara, dengan pendapatan dari cukai rokok bahkan menembus angka Rp200 triliun per tahun.
Namun, di tengah besarnya sumbangan tersebut, industri justru dibayangi regulasi yang dinilai semakin memberatkan.
Baca Juga: 10 Perusahaan Dunia Umumkan PHK di Bulan April, Ini Daftarnya
"Dulu ada PP 109/2012, sekarang muncul PP 28/2024. Ini jelas dirasakan dampaknya dan kami mempertanyakan siapa yang berada di balik ini," imbuh dia.