Suara.com - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menyampaikan berbagai pihak boleh saja mengutarakan pendapatnya mengenai putusan Majelis Hakim yang menyatakan tahapan Pemilu 2024 mesti ditunda.
Keterangan itu disampaikan Humas PN Jakpus Zulkifli Atjo dalam maksud menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfur MD.
"Boleh-boleh saja berkomentar. Tapi faktanya ada putusan sela tentang itu. Ada eksepsi tentang itu, pengadilan menilai itu, majelis menyatakan bahwa untuk perkara 757 ini boleh disidangkan oleh pengadilan negeri dan itu ada putusannya," ujar Zulkifli dalam jumpa pers, Jumat (3/3/2023).
Zulkifli turut menanggapi penilaian Mahfud yang menyebut PN Jakpus terkesan berlebihan terkait putusan tersebut. Dia menyebut ada upaya hukum yang dapat ditempuh apabila tidak terima atas putusan tersebut.

"Jadi tidak ada yang berlebihan di situ. Itu memang sudah melalui pertimbangan berdasarkan bukti-bukti yang dipertimbangkan, kalau misalnya itu tidak sependapat dengan ya silakan ada upaya hukum kok," kata Zulkiflu
Bukan Urusan PN Jakpus
Sebelumnya, Mahfud MD buka suara terhadap perintah penundaan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 yang diputuskan PN Jakpus.
Dia menegaskan bahwa penundaan pemilu tidak bisa diputuskan melalui persidangan perdata melalui pengadilan negeri.
"Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di Pengadilan Negeri," kata Mahfud dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/3/2023) malam.
Baca Juga: Gugatan Dimenangkan PN Jakpus, Partai Prima: Tuntutan Kami Bukan Tunda Pemilu, Tapi...
![Hakim PN Jakpus Dominggus Silaban, Bakri dan T Oyong yang memutuskan menghukum KPU menunda Pemilu 2024. [pn-jakartapusat.go.id]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/03/03/97674-majelis-hakim-pn-jakpus.jpg)
Menurutnya, sengketa yang ada sebelum pencoblosan itu harus diputus Bawaslu. Semisal tidak berhasil, maka peserta bisa menggugatnya ke PTUN. Sebab, dalam perkara ini Partai Prima sudah kalah sengketa di dua tingkat tersebut.
"Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). Itu pakemnya," terangnya.
Kemudian, Mahfud mengungkapkan kalau Pengadilan Negeri tidak bisa memutuskan hukuman penundaan pemilu apalagi melalui penyelesaian kasus perdata.
"Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN," ucap Mahfud.
Hanya Cari Sensasi
Mahfud juga menilai bahwa putusan ini adalah sensasi berlebihan dan memincu kontroversi.