Suara.com - Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengkritik kebijakan pemerintah pusat atas program Proyek Operasi Nasional Agraria. Menurut dia kebijakan ini kurang perhitungan matang sehingga sekarang menjadi masalah baru bagi pemerintah daerah.
"Itu karena dulu ada program prona, atas orang miskin dikasih, itu yang konyol dulu," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (26/9/2016).
Prona merupakan proyek yang dijalankan pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional sejak 1981. Program ini memudahkan rakyat miskin memperoleh sertifikat tanah yang mereka diami.
Ketika menyiapkan kebijakan tersebut, kata Ahok, ketika itu pemerintah daerah tidak dilibatkan.
Ahok mengatakan gara-gara program prona sebagian warga Jakarta yang tinggal di bantaran Sungai Ciliwung memiliki sertifikat hak milik, seperti di Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. Padahal, jika merujuk pada peraturan pemerintah daerah, kawasan tersebut merupakan zona steril atau lahan atau tidak boleh dimiliki warga.
"Demi orang miskin. Kita ini terlalu banyak 'demi orang miskin' yang salah. Sama kaya Bukit Duri, ada sertifikat hak milik di pinggir sungai," kata Ahok.
Ahok kemudian menyebut zaman Revolusi Prancis. Pemerintah Prancis tidak mengambil kebijakan populer seperti yang dilakukan Pemerintah Indonesia pada tahun 1981 melalui program prona.
"Rakyat nggak butuh ladang gandum. Rakyat butuh roti. Rakyat jangan dimanjakan. Sudah melanggar dikasih sertifikat. Kesalan dulu," kata Ahok.
Menurut Ahok jika pemerintah ingin memberikan bantuan kepada masyarakat yang berekonomi rendah, cukup dengan membuat harga bahan pokok murah serta subsidi pendidikan dan transportasi.
"Kalau demi orang miskin itu kasih sembako murah, pendidikan, kesehatan, perumahan, transportasi, modal kerja. Bukan kasih tanah model populer kayak gitu," katanya.