Suara.com - Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso mempertanyakan kapan timbul niat terdakwa Ferdy Sambo untuk menghabisi nyawa Brigadir J.
Mulanya, hakim bertanya soal sikap dan tindakan Sambo terkait dugaan pelecehan seksual yang menimpa istrinya, Putri Candrawathi.
Hakim tampak heran karena Sambo seakan tak mendahulukan kesehatan maupun keselamatan Putri, karena tidak mengajak istrinya untuk memeriksakan diri terlebih dahulu usai bercerita diperkosa.
"Saat saudara mendapatkan laporan atau cerita dari istri saudara tentang tadi sampaikan bahwa ada pelecehan seksual, bahkan lebih daripada yang pelecehan seksual itu sendiri," kata hakim.
"Apakah saudara tidak bertanya atau paling tidak menyarankan 'ayo kita visum terlebih dahulu' atau paling nggak saudara selaku suami 'ayo kita ke dokter dulu untuk memeriksa' barangkali nanti ada sangkutannya, ada mohon maaf PMS atau yang lain-lain. Kenapa saudara tidak lakukan itu dulu?" tanya hakim.
Ferdy Sambo lalu menjawab bahwa tindakan tersebutlah yang dia sesali dan mengaku tidak berfikir logis saat itu.
"Itulah yang saya sesali yang mulia, saya tidak berfikir logis pada saat itu setelah mendengar pukulan berat yang diderita istri saya," ungkap Sambo.
Sambo lalu meminta maaf atas tindakannya tersebut menghabisi nyawa Brigadir J akibat dugaan pelecehan seksual, hingga akhirnya menjadi panjang seperti ini.
![Terdakwa Ferdy Sambo (kanan) berpelukan dengan istrinya yang juga terdakwa Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta. [ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww].](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/01/03/54659-terdakwa-ferdy-sambo-berpelukan-dengan-istrinya-yang-juga-terdakwa-putri-candrawathi.jpg)
Hakim lalu menyinggung soal hasil laporan psikologi forensik, Sambo menyebut dirinya emosi karena latar belakangnya yakni 'Siri Na Pacce'.
Pernyataan itu pun diiyakan oleh Sambo. Lantas, hakim pun bertanya soal kapan munculnya niatan membunuh Brigadir J.