Ivan menjelaskan mengapa total transaksi mencurigakan sangat besar. Ia lantas mencontohkan transaksi dalam satu kasus terkait ekspor impor yang bisa mencapai lebih dari 40 sampai 100 triliun.
"Itu bisa melibatkan, jadi ada 3 stream. LHA yang PPATK sampaikan itu ada LHA yang terkait dengan oknum itu pertama. Kedua, ada LHA yang terkait dengan oknum dan tusinya. Misalnya kita menemukan kasus ekspor impor, atau perpajakan, tapi kita ketemu oknumnya," kata Ivan.
Ketiga, Ivan melanjutkan, pihaknya tidak menemukan oknum terkait melainkan menemukan tindak pidana asalnya.
"Jadi tindak pidana asal misalnya, kepabeanan atau perpajakan, itu yang kita sampaikan kepada penyidiknya. Jadi sama sekali tidak bisa diterjemahkan kejadian tindak pidananya itu di Kemenkeu. Itu jauh berbeda. Jadi kalimat di Kemenkeu itu juga ada kalimat yang salah, itu yang menjadi tugas pokok dan fungsi Kemenkeu," kata Ivan.
Ivan berujar, yang menjadi laporannya terkait transaksi Rp349 triliun itu ke Kemenkeu, sama halnya dengan laporan PPATK ke KPK perihal kasus korupsi.
"Jadi itu sama halnya pada saat kami menyerahkan kasus korupsi ke KPK. Itu bukan tentang orang KPK. Tapi lebih kepada karena tindak pidana korupsi itu, penyidik tindak pidana pencucian uang dan pidana asalnya adalah KPK," katanya.
Ivan lantas meluruskan narasi yang kini berkembang di masyarakat. Di mana publik menganggap transaksi terkait TPPU yang berjumlah ratusan triliun itu ada di Kemenkeu.
"Nah oleh masyarakat, kesalahan kami juga, literasi publik kami kurang melakukan kampanye dan segala macam, kesalahannya adalah diterjemahkan itu terjadi di Kemenkeu. Tidak begitu," kata Ivan.