Ia mencurigai sebagian wisatawan menginap di kos atau penginapan tidak resmi karena alasan harga.
“Ini tantangan kita menuju quality tourism. Jangan sampai kita hanya ramai, tapi kontribusinya terhadap daerah minim karena sistemnya bocor,” ujarnya.
Ia menegaskan pentingnya membangun sistem pariwisata yang lebih tertib dan terintegrasi, agar semua jenis akomodasi, baik hotel maupun villa, bisa memberikan kontribusi adil terhadap pendapatan daerah.
Sebelumnya Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace juga menyoroti anomali wisatawan asing di Bali ini.
Hal ini karena menurut pengamatannya, data kedatangan wisatawan asing dan tingkat okupansi tak sebanding.
Karena PHRI memandang jika dilihat dari jumlah wisatawan asing yang datang yaitu 1,9 juta selama Januari dan Februari berdasarkan data imigrasi, maka semestinya okupansi tidak serendah sekarang.
Kendati belum terjadi lonjakan penyewaan kamar, Cok Ace melihat bukan berarti wisatawan sepi di Bali.
“Data imigrasi 1,9 juta secara proxy, atau katakanlah 1,5 juta wisman, dibanding 800 ribu tahun lalu itu hampir dua kalinya sekarang, jadi kemana mereka (wisatawan), okupansi hotel terjadi penurunan jadi ini indikasi hotel dan vila baru di luar pengetahuan kita yang sangat banyak,” ujarnya, Rabu (26/3/2025).
Diduga Cok Ace telah terjadi kebocoran karena banyaknya vila-vila bodong alias liar yang dikelola orang asing.
Baca Juga: Menghabiskan Libur Lebaran dengan Berwisata ke Lighting Art Kota Tua Jakarta
Ia menyebut pangsa pasarnya pun mengambil semua segmen sehingga menjadi pesaing akomodasi berizin.