Suara.com - Pakar hukum pidana Universitas Trisaksi, Asmi Syahputra, mengungkap penyebab mafia pengadilan masih terjaga sampai sekarang. Salah satunya karena ada niatan pihak terdakwa sampai menyediakan uang khusus untuk mengamankan kasus dengan cara menyogok hakim.
Terutama pelaku kejahatan dari korporasi yang sudah menyediakan anggaran khusus hingga belasan persen dari biaya peradian.
"Katakanlah ada kejahatan 100 ya, sudah dia proteksi aja kira-kira (anggaran) 10 sampai 15 persen untuk beli iya pejabat-pejabat peradilan agar bebas dari jeratan," ungkap Asmi saat jadi bintang tamu podcast di kanal YouTube Abraham Samad, dikutip Jumat (18/4/2025).
Menurut Asmi, hal tersebut menjadi lazim dilakukan oleh perusahaan sekalipun tidak sedang terlibat kasus peradilan tertentu
"Ada maintenance bulanan, bertamu silaturahmi ini-itu. Nanti kalau ada kasus tinggal lebih gede," ungkapnya.
Rencana itu seolah disambut dengan adanya keinginan dari hakim dan petugas pengadilan itu sendiri. Asmi mencontohkan seperti pada kasus suap Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam surat dakwaan terungkap kalau suap diberikan oleh pihak pengacara terdakwa melalui panitera pengadilan.
Kemudian keesokan harinya langaung diberikan kepada Wakil Ketua PN Jaksel. Keterlibatan hakim dan panitera dalam penerimaan suap itu mamin meruntihkan marwah pengadilan yang seharusnya menjadi tempat penegakan hukum.
"Berarti ada keinginan yang sama, mereka sudah tahu ada kejahatan itu. Orang benar-benar hari ini bukan ingin bikin perlindungan hukum saja," ujarnya.
Fenomena tersebut, dikatakan Asmi, yang meruntuhkan sistem peradilan juga marwah Indonesia sebagai negara hukum. Sebagai dosen, Asmi menyayangkan hal tersebut.
Baca Juga: Data ICW: 29 Hakim Terlibat Korupsi, Nilai Suap Capai Rp 107,9 Miliar
Kendati dalam pendidikan fakultas hukum, para mahasiswa diajarkan idealisme petugas peradilan, namun nyatanya hal tersebut dirusak sendiri oleh para tokoh utama di pengadilan.
"Hari ini kita ada di Fakultas Hukum, di kampus-kampus itu kita ajarkan memang idealisme, kebenaran, kebaikan. Tapi sekarang dirusak olehbapak-bapak yang hari ini berada di lembaga peradilan. Bayangkan, mereka punya kehormatan, mereka punya kemuliaan sampai dipanggil yang mulia, tapi mereka akhirnya menepikan sendiri kehormatannya," kritik Asmi.
Pada kasus suap hakim PN Jaksel itu, Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang tersangka, yaitu Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara. Serta panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.
Marcella Santoso dan Ariyanto diketahui merupakan pengacara tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng.
Total ada tiga terdakwa korporasi dalam kasus korupsi minyak goreng ini mulai dari Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
![Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Agam Syarif Baharuddin (tengah) dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025). [ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/nym]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/04/14/51982-kejagung-tahan-3-hakim-pn-pusat-agam-syarif-baharuddin.jpg)
Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebelumnya telah mengadili kasus itu dan memberikan vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi pada 19 Maret 2025.