suara hijau

Indonesia Gaungkan Solidaritas Iklim Global Pelestarian Gletser dari Negeri Tropis

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Senin, 02 Juni 2025 | 10:47 WIB
Indonesia Gaungkan Solidaritas Iklim Global Pelestarian Gletser dari Negeri Tropis
Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha C. Nasir menyampaikan pernyataan Indonesia dalam High-Level Conference on Glaciers Preservation (HLCGP) yang berlangsung di Dushanbe, Tajikistan, pada 29-31 Mei 2025. (ANTARA/HO-Kemlu RI)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indonesia, negeri tropis yang dikenal dengan hutan hujan dan garis pantainya, membawa suara penting dalam isu yang tampaknya jauh: pelestarian gletser.

Dalam High-Level Conference on Glaciers Preservation (HLCGP) di Tajikistan, Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Christiawan Nasir memimpin delegasi Indonesia untuk menunjukkan bahwa krisis iklim tak mengenal batas geografis.

"Indonesia mungkin negara tropis, tetapi kami juga memiliki gletser," ujar Wamenlu Arrmanatha.

Pernyataan itu bukan sekadar simbolik. Di Papua, gletser Puncak Carstensz hampir punah—99 persen luasnya telah hilang akibat perubahan iklim. Hilangnya gletser ini bukan sekadar kehilangan lanskap. Ini adalah peringatan akan darurat iklim yang nyata.

Dalam forum yang dihadiri lebih dari 2.200 delegasi dari 65 negara dan puluhan organisasi internasional, Indonesia menegaskan posisi: sistem multilateral harus diperkuat, terutama dalam hal pendanaan iklim yang adil dan akses teknologi adaptif.

“Pelestarian gletser adalah pelestarian masa depan umat manusia,” tegas Wamenlu.

Ilustrasi salju (Pexels/James Wheeler)
Ilustrasi salju (Pexels/James Wheeler)

Presiden Tajikistan Emomali Rahmon membuka konferensi dengan mengingatkan bahwa lebih dari 600 gigaton es telah hilang dalam beberapa dekade terakhir.

Sementara itu, Wakil Sekjen PBB Amina J. Mohammed menyerukan pentingnya kolaborasi lintas sektor, dukungan keuangan yang kokoh, serta pemanfaatan teknologi cerdas, seperti kecerdasan buatan (AI), untuk mempercepat capaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Meski bukan negara bersalju, kehadiran Indonesia dalam konferensi ini menjadi penanda. Bahwa dalam menghadapi krisis iklim global, semua negara punya peran. Tidak ada yang terlalu kecil. Tidak ada yang terlalu jauh.

Baca Juga: Kenaikan Air Laut karena Gunung Es Mencair Ancam Jutaan Orang, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Ilustrasi gletser (Pixabay/Angie Agostino)
Ilustrasi gletser (Pixabay/Angie Agostino)

Puncak Kartens Tak Seputih Dulu

Pada akhir 2024, citra satelit menunjukkan penurunan drastis luas hamparan salju di kawasan ini. Kini, yang tersisa hanya sekitar 18 hektare.

Kabar ini disampaikan Kepala Balai Taman Nasional (TN) Lorenz, Manuel Mirino, dengan nada penuh keprihatinan. “Dampak yang ditimbulkan selain musnahnya habitat dan tanaman juga dapat menyebabkan terjadinya kekeringan,” kata Manuel.

Ia menegaskan, pemanasan global menjadi ancaman nyata bagi ekosistem Pegunungan Jayawijaya. Jika tren pencairan ini terus berlanjut, bukan hanya ekosistem yang terancam, tapi juga masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

“Bila terus menyusut, dikhawatirkan bukan saja ekosistem di Puncak Cartenz yang terdampak tetapi juga masyarakat kawasan tersebut,” ujar Manuel.

TN Lorenz merupakan kawasan konservasi seluas 2,3 juta hektare yang membentang luas di tiga provinsi di Papua: Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan. Wilayahnya meliputi sepuluh kabupaten, dari dataran rendah yang lembab hingga puncak bersalju yang kini terancam hilang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI