Namun, UNHCR menyatakan bahwa layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan perlindungan terhadap kekerasan berbasis gender terancam dihentikan karena dana yang tersedia baru mencakup sepertiga dari yang dibutuhkan.
Program penanggulangan HIV/AIDS juga tidak luput dari ancaman. Di Tajikistan, Direktur UNAIDS Aziza Hamidova mengungkapkan bahwa sekitar 60 persen dari dukungan dana untuk program HIV terancam hilang. Sejumlah pusat layanan kesehatan sudah tutup, kegiatan sosialisasi dihentikan, dan akses terhadap tes serta konseling PrEP telah menurun drastis.
Dana untuk Penanganan Krisis semakin Menipis
Sementar itu, Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) yang memimpin penanganan krisis global turut menyampaikan kekhawatirannya terhadap dampak besar dari kurangnya dana.
Di Sudan, hanya 13 persen dari total kebutuhan dana sebesar US$4,2 miliar yang sudah diterima. Akibatnya, sekitar 250 ribu anak harus putus sekolah. Di Kongo, kasus kekerasan berbasis gender melonjak hingga 38 persen, sementara layanan bantuan mulai ditutup.
Di Haiti, upaya penanggulangan wabah kolera terancam berhenti. Sementara itu di Ukraina, hanya 25 persen dari kebutuhan dana kemanusiaan yang sudah terpenuhi untuk tahun 2025, sehingga membahayakan keberlangsungan berbagai layanan penting.
Kepala OCHA sekaligus Koordinator Bantuan Darurat PBB, Tom Fletcher, telah mengumumkan pengurangan jumlah pekerja dan penghentian sejumlah program di beberapa negara akibat minimnya dukungan dana.