Suara.com - Sebuah insiden yang berawal dari asumsi liar berakhir menjadi mimpi buruk di Baamang, Kalimantan Tengah (Kalteng).
Pada keheningan pukul 01.00 dini hari, Selasa (15/7/2025), seorang pria yang terbakar api cemburu sosial nekat mendobrak pintu rumah tetangganya.
Ia yakin, di dalam sana, sang pemilik rumah sedang menyembunyikan seorang 'pacar gelap'.
Dengan brutal, ia merusak pintu, menghancurkan kaca, dan melayangkan pukulan pada seorang perempuan yang ada di dalam.
Namun, setelah amarahnya mereda, pria ini dihadapkan pada sebuah fakta yang fatal dan membuatnya syok: perempuan yang baru saja ia aniaya bukanlah 'pacar gelap' yang ada dalam imajinasinya. Kebenaran di baliknya jauh lebih tragis dan menyakitkan.
Kronologi Aksi Brutal yang Dipicu Asumsi Liar
Malam itu, di kawasan Wengga Happy Timur, segalanya tampak normal hingga sebuah kecurigaan buta mengambil alih akal sehat.
Pelaku, yang diduga merupakan bagian dari keamanan lingkungan, melihat siluet seorang perempuan di rumah tetangganya. Tanpa berpikir panjang, ia langsung menyimpulkan telah terjadi pelanggaran norma.
Pukul 01.00 Dini Hari: Pelaku tiba di depan rumah korban. Tidak ada dialog, tidak ada verifikasi. Yang ada hanya amarah dan tindakan gegabah.
Baca Juga: Dijual ke Telegram, Gadis ABG di Kalteng Bikin Video Terlarang Dibantu Pemuda Tanggung
Aksi Pendobrakan: Pintu rumah didobrak dengan paksa, menciptakan suara gaduh yang memecah malam. Kaca pintu pun hancur berkeping-keping.
Penganiayaan Korban: Dalam kegelapan dan kebingungan, pelaku meluapkan amarahnya dengan memukul perempuan yang ada di hadapannya. Ia merasa telah menjalankan tugasnya sebagai 'penjaga moral'.
Namun, tindakan yang ia anggap heroik itu ternyata adalah sebuah kesalahan fatal. Sebuah kesalahan yang tidak hanya melukai fisik, tetapi juga merusak hubungan bertetangga dan membawanya ke jurang konsekuensi hukum.
Momen Pahit Terungkap: Korban Ternyata Adik Kandung
Setelah insiden brutal itu terjadi, barulah tabir kebenaran tersingkap. Pemilik rumah dan korban penganiayaan akhirnya bisa menjelaskan situasi yang sebenarnya.
Perempuan yang dipukuli dengan membabi buta itu ternyata adalah adik kandung dari si pemilik rumah.
Ironisnya, kehadiran sang adik bukanlah sebuah rahasia. Ia sedang sah menginap di rumah saudaranya, dan kehadirannya pun sudah dilaporkan sebelumnya.
Asumsi liar pelaku telah mengubah momen keluarga yang normal menjadi sebuah adegan kekerasan yang traumatis. Momen 'syok' bagi pelaku adalah saat ia menyadari bahwa pahlawan yang ia bayangkan dalam dirinya, ternyata hanyalah seorang pelaku penganiayaan terhadap korban yang salah.
Hati siapa yang tak hancur melihat propertinya dirusak dan adiknya dianiaya karena tuduhan tak berdasar?
Pemilik rumah meluapkan amarah dan kekecewaannya melalui media sosial, sebuah curahan hati yang langsung viral dan menuai simpati publik.
“Kaya gini kah bagian keamanan Wengga Happy Timur. Mendobrak pintu rumahku jam 1 malam. Dia pikir anakku itu bawa pacarnya padahal adenya sendiri,” tulisnya, sebuah kalimat yang menyiratkan betapa dalamnya luka akibat insiden ini.
Langkah hukum pun segera diambil. Kasus ini telah resmi dilaporkan ke kepolisian setempat.
Pelaku kini harus bersiap menghadapi jerat hukum yang serius, mulai dari Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang hingga Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.
Asumsinya yang berharga beberapa menit itu kini bisa ditukar dengan hukuman penjara bertahun-tahun.
Insiden di Baamang adalah pelajaran mahal bagi kita semua. Ini adalah bukti nyata betapa berbahayanya ketika asumsi dan emosi dibiarkan membunuh logika. Main hakim sendiri bukanlah solusi, melainkan sumber masalah baru yang jauh lebih besar.