Suara.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap kondisi empat anak korban kekerasan hingga dirantai yang dilakukan seorang tokoh masyarakat di Boyolali, Jawa Tengah.
Keempat anak tersebut mengalami kekerasan psikis, eksploitasi, dan penelantaran.
Komisioner KPAI, Dyah Puspitarini, menyebut para korban tidak hanya dirantai kakinya, tapi juga dipaksa bekerja, serta tidak diberi makan secara layak.
Dyah menyebutkan kalau keempat anak itu kini masih berada di rumah aman milik Dinas Sosial dan sedang menjalani pendampingan psikologis. Mereka mengalami trauma berat akibat kekerasan yang dialami selama tinggal bersama pelaku.
“Posisinya dia trauma sekali. Dan kami minta orang tua untuk mendampingi agar besok ketika si anak ini kembali ke rumah, ke keluarga, itu tidak mengalami trauma berat,” ujar Dyah kepada wartawan ditemui di Kantor KPAI, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Anak-anak itu juga alami luka fisik lantaran kaki mereka dirantai. Diketahui mereka telah alami kekeran itu selama dua tahun.
"Mereka di sana dua tahun. Pasti ada luka fisik karena kaki dirantai," kata dia.
KPAI juga menyoroti adanya indikasi bahwa kekerasan ini merupakan tindakan yang direncanakan.
Hal itu didasarkan pada fakta bahwa pelaku menerima kiriman uang dari orang tua anak-anak dengan dalih mendirikan lembaga pendidikan, namun tidak pernah dilakukan.
Baca Juga: Kotak Amal Masjid Jadi Saksi Bisu, Kisah Pilu di Balik 4 Bocah Dirantai dan Kelaparan di Boyolali
Dyah menyebutkan kalau pelaku berinisial SP yang kini telah berstatua tersangka itu telah melalukan bentuk kekerasan psikis, eksploitasi anak, hingga penelantaran yang serius. SP kini telah ditahan dan sedang menjalani proses hukum.
"Itu jelas pelanggaran kekerasan psikis anak, eksploitasi anak. Karena anak diminta untuk bekerja, membersihkan kandang dan lain sebagainya. Terus ada unsur penelantaran,” ujar Dyah.
![Pemuda di Lebak Banten bernama Subki dirantai. [Sandi/bantennews]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/01/16/26423-pemuda-di-lebak-banten-bernama-subki-dirantai-sandibantennews.jpg)
Keempat anak korban berasal dari tiga keluarga berbeda. Mereka dititipkan oleh orang tua kepada SP dengan iming-iming akan mendapatkan pendidikan di sebuah pondok atau pra-pondok pesantren yang dijanjikan pelaku. Namun, kenyataannya, anak-anak tidak disekolahkan dan hanya diminta bekerja di rumah.
“Empat orang dari tiga keluarga. Jadi ada yang kakak adik, umur 11 tahun sama 6 tahun. Orang tuanya memberi uang untuk biaya pendidikan dan lain-lain, tapi tidak diberikan,” jelas Dyah.
Dyah menyebut seluruh korban mengalami perlakuan kejam berupa dirantai dan diberi makan sangat minim, bahkan ada yang hanya makan sekali sehari.
“Semuanya dirantai. Ada yang nggak dikasih makan. Jadi mungkin sehari cuma sekali dikasih makan. Tapi namanya anak-anak kan lapar ya,” katanya.