Suara.com - Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea membuat himbauan terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto dan pimpinan DPR RI.
Himbauan ini menyusul pemberian abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, dalam kasus impor gula.
Hotman meminta agar delapan perusahaan swasta yang juga menjadi terdakwa dalam kasus yang sama turut diberikan pengampunan hukum.
Pengacara yang dijuluki "Raja Pailit" itu menyampaikan seruannya melalui sebuah video yang diunggah di akun Instagram pribadinya, Jumat, 1 Agustus 2025.
Pria berusia 65 tahun tersebut berargumen bahwa jika pemberi tugas, yakni Tom Lembong, telah diampuni, maka para penerima tugas juga selayaknya mendapatkan perlakuan yang sama demi tegaknya hukum.

"Himbauan kepada bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo, dan juga pada pimpinan DPR. Karena pemberi tugas yaitu Tom Lembong telah diberikan abolisi, maka penerima tugas impor gula yaitu delapan perusahaan swasta yang juga sebagai terdakwa, juga seharusnya demi hukum harus diberikan abolisi juga," tegas Hotman dalam rekamannya.
Hotman kemudian membeberkan kronologi yang menjadi dasar argumentasinya. Menurutnya, kasus ini bermula pada awal tahun 2016 ketika Indonesia menghadapi krisis dan darurat kebutuhan gula nasional. Stok gula yang menipis mendorong pemerintah untuk mengambil langkah strategis.
"Pada awal tahun 2016, Indonesia krisis darurat kebutuhan gula. Gula tidak cukup," papar Hotman.
Berdasarkan beberapa kali rapat koordinasi terbatas (rakortas), sejumlah menteri memutuskan untuk melakukan impor gula. Kebijakan yang diambil adalah mengimpor 200.000 ton gula kristal putih dari luar negeri.
Baca Juga: Langkah Prabowo Beri Abolisi-Amnesti Dinilai Bangun Jembatan yang Sudah Lama 'Retak', Apa Maksudnya?
"Yaitu harus diimpor 200.000 ton gula kristal putih atau gula jadi dari luar negeri dengan menugaskan Bulog dan PT PPI sebagai BUMN," jelas Hotman.
Namun, rencana tersebut menemui kendala. PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), BUMN yang ditugaskan, ternyata tidak memiliki kapasitas finansial untuk melaksanakan impor tersebut.
Kondisi keuangan PT PPI yang terbelit utang membuat mereka tidak sanggup menjalankan amanat negara.
Di sinilah peran delapan perusahaan swasta dimulai. Menurut Hotman, mereka dilibatkan untuk mengeksekusi kebijakan impor gula tersebut atas persetujuan Menteri Perdagangan saat itu.
Kedelapan perusahaan ini kemudian mengimpor gula mentah, mengolahnya, dan menjualnya kepada negara melalui PT PPI.
Poin krusial dalam argumen Hotman terletak pada harga jual. Ia mengklaim delapan perusahaan swasta itu menjual gula kepada BUMN dengan harga Rp9.000 per kilogram. Harga ini, menurutnya, jauh lebih murah dibandingkan harga pasar yang berlaku saat itu.