Nadiem Makarim Tersandung Skandal Laptop Chromebook, Begini Proses Pengadaan Barang Versi LKPP

Sabtu, 25 Oktober 2025 | 14:56 WIB
Nadiem Makarim Tersandung Skandal Laptop Chromebook, Begini Proses Pengadaan Barang Versi LKPP
Nadiem Makarim Tersandung Skandal Laptop Chromebook, Begini Proses Pengadaan Barang Versi LKPP
Baca 10 detik
  • Kasus korupsi pengadaan Chromebook yang menjerat Nadiem tetap bergulir setelah gugatannya ditolak oleh hakim.
  • Dalam sidang praperadilan, kubu Nadiem ngotot jika perkara ini tidak berkaitan dengan kasus korupsi karena kejaksaaan belum mengumumkan kerugian negara dalam kasus itu. 
  • Berkaca dengan kasus Nadiem, LKPP pun mengungkap mekanisme pengadaan barang di pemerintahan. 

Suara.com - Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementeristekdikti yang diusut Kejaksaan Agung (Kejagung) tetap berlanjut setelah gugatan praperadilan Nadiem Makarim yang berstatus tersangka telah ditolak oleh pengadilan.

Dalam sidang preperadilannya, kubu Nadiem menepis ngotot jika perkara ini bukan tindak pidana korupsi lantaran pihak kejaksaan belum mengumumkan dugaan kerugian negara.

Lantas bagaimana seharusnya pengadaan barang dan jasa bisa dilakukan?

Deputi Bidang Hukum Dan Penyelesaian Sanggah Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Setya Budi Arijanta menjelaskan, soal pengadaan dan penyelenggaraan barang.

Menurutnya, penyediaan barang seharusnya memang dieksekusi oleh masing-masing kementerian, lembaga, dan Pemerintah Daerah (Pemda). LKPP, kata Setya, hanya menyediakan sistem atau memfasilitasi pembeli dan penjual melalui e-katalog, yang diibaratkan sebagai marketplace.

Lebih lanjut, dia menyebut pihak yang bertanggung jawab atas eksekusi pengadaan adalah Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di masing-masing kementerian. Pengguna Anggaran biasanya berada di level menteri yang dapat menetapkan kebijakan impor atau penggunaan produk dalam negeri.

Kemudian PA membuat dan menetapkan Rencana Umum Pengadaan (RUP), yang berisi kebutuhan, jadwal, dan alokasi produk dalam negeri.

RUP selanjutnya diumumkan sebagai bentuk transparansi di awal tahun anggaran.

PPK kemudian menindaklanjuti RUP, membuat rencana pelaksanaan, dan menetapkan metode pemilihan penyedia, seperti tender, e-purchasing, penunjukan langsung, atau pengadaan langsung.

Baca Juga: Ledek Kubu Roy Suryo Cs? Pentolan ProJo usai Jokowi Pamer Ijazah: Tanya Mas Roy Sajalah

Setya kemudian menjelaskan, dalam pengadaan produk di katalog LKPP, prioritas diberikan pada Produk Dalam Negeri (PDN).

Jika kebutuhan dapat dipenuhi PDN, tidak boleh impor sebab keharusan membeli produk dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) 40 persen atau lebih.

"Yang punya sertifikat TKDN dari kandungan 1 persen sampai 39 persen itu yang layer 2 ya. Kalau layer 1 tidak ada, layer 2 tidak ada, itu yang wajib dibeli adalah yang layer 3. Layer 3 itu yang produk dalam negeri yang belum bersertifikat tapi masuk SIGNAS," ujarnya dikutip pada Sabtu (25/10/2025).

Setya mengatakan, harga pada katalog adalah harga maksimum suatu barang.

Mekanisme ini sering kali menimbulkan kesalahpahaman bahwa harga katalog sudah dijamin wajar, padahal harga yang tertera adalah harga maksimum. PPK wajib melakukan negosiasi untuk mendapatkan harga terbaik.

Setya menyatakan, data monitoring LKPP menunjukan masih banyak pelanggaran prosedur dalam e-purchasing.

Beberapa kasus yang ditemukan seperti perencanaan yang tidak benar dengan proyek tidak sesuai dengan Rencana Strategis, spesifikasi diarahkan ke produk atau merek tertentu, mark-up anggaran sejak perencanaan, dan negosiasi yang tidak benar, misalnya langsung negosiasi harga tertinggi atau tidak membuat harga perkiraan sendiri.

×
Zoomed

VIDEO TERKAIT

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI