- Analis Boni Hargens menyatakan Perpol Nomor 10 Tahun 2025 tidak melanggar Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
- Perpol mengatur penugasan anggota Polri di 17 kementerian/lembaga, berbeda dari jabatan di luar kepolisian.
- Penugasan tersebut dinilai sebagai implementasi fungsi pelayanan publik Polri sesuai amanat konstitusi UUD 1945.
Suara.com - Analis politik senior Boni Hargens menegaskan bahwa Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2025 tidak bertentangan atau melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
Peraturan Kepolisian Negara (Perpol) RI Nomor 10 Tahun 2025 mengatur tentang pelaksanaan tugas anggota Polri di luar struktur organisasi Polri, terutama di 17 kementerian/lembaga.
"Peraturan Polisi yang ditandatangani oleh Kapolri sama sekali tidak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Sebaliknya, Perpol tersebut justru menindaklanjuti dan mengimplementasikan putusan MK secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk UU Polri dan UU Aparatur Sipil Negara (ASN)," ujar Boni Hargens dalam keterangannya, Selasa (16/12/2025).
Hargens menjelaskan, putusan MK atas uji materi Pasal 28 ayat (3) UU Polri yang menyatakan bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian, namun dengan syarat yang sangat jelas, yakni setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Hanya saja, kata Hargens, penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri memberikan definisi yang spesifik mengenai apa yang dimaksud dengan 'jabatan di luar kepolisian'.
Menurut dia, penjelasan tersebut menyebutkan bahwa jabatan di luar kepolisian adalah jabatan yang tidak memiliki sangkut paut dengan kepolisian dan tidak berdasarkan penugasan Kapolri.
"Definisi ini menjadi kunci dalam memahami logika hukum yang diterapkan dalam Perpol.
Dengan menggunakan logika hukum yang sistematis, dapat ditarik kesimpulan bahwa jabatan yang memiliki sangkut paut dengan tugas Polri dan berdasarkan penugasan Kapolri bukanlah jabatan di luar kepolisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri," ujarnya.
"Oleh karena itu, Perpol Kapolri memiliki dasar hukum yang kuat dan sama sekali tidak bertentangan dengan putusan MK, karena penugasan yang diatur di dalamnya masih memiliki sangkut paut dengan tugas kepolisian dan berdasarkan penugasan resmi dari Kapolri," tambah dia.
Hargens juga mengatakan, pemahaman yang tepat mengenai perbedaan mendasar antara 'jabatan di luar kepolisian' dan 'penugasan kepolisian' menjadi sangat krusial dalam menganalisis legalitas Perpol.
Baca Juga: Bareskrim Bongkar Kasus Impor Ilegal Pakaian Bekas, Total Transaksi Tembus Rp668 Miliar
Kedua konsep itu memiliki karakteristik yang berbeda secara fundamental dan tidak dapat disamakan begitu saja.
"Jabatan di luar kepolisian merujuk pada posisi yang sepenuhnya terpisah dari institusi Polri, baik dari segi substansi tugas maupun hubungan struktural. Jabatan semacam ini tidak memiliki keterkaitan dengan fungsi-fungsi kepolisian dan tidak berada di bawah penugasan atau komando Kapolri. Untuk menduduki jabatan seperti ini, seorang anggota Polri harus terlebih dahulu memutuskan hubungan dinas dengan Polri melalui pengunduran diri atau menunggu hingga masa pensiun tiba," papar dia.
Di sisi lain, penugasan kepolisian merujuk pada situasi di mana anggota Polri ditugaskan untuk menjalankan fungsi tertentu yang masih memiliki relevansi dengan tugas-tugas kepolisian, meskipun penugasan tersebut dilakukan di luar struktur organisasi Polri yang konvensional.
Penugasan ini, kata dia, tetap berada dalam kerangka komando Kapolri dan memiliki sangkut paut dengan pelaksanaan fungsi kepolisian yang lebih luas.
Dalam konteks ini, anggota Polri yang ditugaskan tidak perlu mengundurkan diri karena mereka masih menjalankan tugas kepolisian, hanya dalam bentuk dan lokasi yang berbeda.
Perpol yang menjadi objek perdebatan mengatur penugasan anggota Polri ke berbagai kementerian dan lembaga untuk menduduki jabatan administratif.