Robertus Robet: Soal Larangan Mudik, Semantik Kebijakan Perlu Diperhatikan

Selasa, 11 Mei 2021 | 16:03 WIB
Robertus Robet: Soal Larangan Mudik, Semantik Kebijakan Perlu Diperhatikan
Ilustrasi wawancara. Robertus Robet, sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta. [ABC/Erwin Renaldi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Tapi dalam sisi pemerintah, karena dia pemangku kebijakan, dia punya kewajiban pokoknya untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia, salah satunya dari pandemi. Jadi kebijakan untuk melarang itu, pemerintah memang harus lakukan. Dan memang cuma di sini sering kali koordinasi dan keseragaman dari segi semantik itu yang selalu suka menimbulkan multi-interpretasi, ada celah yang bisa dipakai.

Kalau melepaskan diri dari kesalahan, kan kalau kesalahannya sudah terjadi. Ini kan dia sebelum itu dilakukan. Pemerintah akan salah kalau dia kurang tanggap dalam memberikan respon pasca mudik ini.

Jadi sudah tahu ini nggak semuanya bisa dihalangi, tetap ada yang lolos, tapi infrastruktur kesehatannya tidak disiapkan, kelembagaan mandiri dari masyarakatnya tidak disosialisasikan. Itu pemerintah kita bisa anggap salah. Tapi kalau pelarangan mudik, itu memang harus dilakukan.

Pemudik sepeda motor terjebak kemacetan saat melintasi posko penyekatan mudik di jalur Pantura Patokbeusi, Subang, Jawa Barat, Selasa (11/5/2021) dini hari. ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar
Pemudik sepeda motor terjebak kemacetan saat melintasi posko penyekatan mudik di jalur Pantura Patokbeusi, Subang, Jawa Barat, Selasa (11/5/2021) dini hari. [ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar]

Habitus baru apa yang akan terjadi semenjak dilarang mudik? Ataukah tahun depan mudik akan semakin membludak?

Masalahnya sekarang kan begini, kita sampai saat ini belum bisa secara persis memprediksi perkembangan Covid ini seperti apa. Waktu vaksin belum ditemukan, kita berharap kalau vaksin ditemukan maka akan ada titik balik dari pandemi. Dulu kita berharap begitu.

Tapi kenyataannya sekarang, bahkan setelah vaksinasi dilakukan, ternyata untuk mencapai titik balik pandemi ini belum terjadi. Dengan pengalaman India, malah yang terjadi gelombang Covid yang jauh lebih besar. Ini perlu kita lihat.

Jadi dalam memproyeksikan tahun depan itu seperti apa, kita belum bisa mengatakan apa-apa. Sekali pun ada orang yang mengatakan "Indonesia bisa bebas dari pandemi 2023 atau 2024", di mana kita akan jauh lebih tenang dan bisa merelaksasi secara lebih luas, itu belum bisa kita lihat.

Ada beberapa faktor, pertama, tingkat vaksinasi kita itu sudah seperti apa. Ini berapa persen orang Indonesia yang sudah divaksinasi. Kita belum bisa lihat juga nih tingkatnya, berapa banyak untuk menghasilkan herd immunity.

Kedua, apakah sudah terjadi perubahan mendasar dari infrastruktur kesehatan kita. Ketiga, sejauh mana kebijakan kita itu memberikan tempat yang lebih kuat bagi otoritas medis kita. Keempat, sejauh mana partisipasi masyarakatnya tumbuh lebih luas berdasarkan trust kepada pemerintahannya.

Baca Juga: Habib Nabil bin Ridho Al Habsyi: Bimbing Umat, Ulama Tak Bisa Jalan Sendiri

Jadi ada 4 faktor yang akan menentukan bagaimana kita tahun-tahun ke depan: perkembangan sains, kebijakan medisnya, penguatan institusi, dan tingkat partisipasi masyarakatnya. Kalau empat ini bisa bagus, kita barangkali bisa mencapai satu tahun yang lebih baik dalam menghadapi pandemi ini. Kita akan lebih baik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI