Robertus Robet: Soal Larangan Mudik, Semantik Kebijakan Perlu Diperhatikan

Selasa, 11 Mei 2021 | 16:03 WIB
Robertus Robet: Soal Larangan Mudik, Semantik Kebijakan Perlu Diperhatikan
Ilustrasi wawancara. Robertus Robet, sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta. [ABC/Erwin Renaldi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Ada juga aturan larangan mudik di wilayah aglomerasi. Ini membuat bingung masyarakat juga. Bagaimana sih seharusnya?

Kalau itu sudah jelas kebijakan itu tidak efektif. Justru ini jauh lebih tidak efektif ketimbang penyekatan mudik. Sekarang untuk mengetahui ini orang dari aglomerasi atau bukan, sama-sama pelatnya (nomor kendaraan) B, itu saja sudah susah. Namun menurut saya, aparat kita yang di bawah yang melakukan pemeriksaan, silakan saja terus lakukan seperti itu, daripada tidak. Dengan itu, paling tidak bisa mengurangi arusnya. Walaupun kita tahu itu kebijakan yang nyaris mustahil atau susah, karena batas-batasnya tidak jelas.

Tingkat produktivitas warga menjelang lebaran itu masih tinggi. Masih banyak aktivitas, yang bukan demi liburan atau demi lebaran tapi memang untuk urusan ekonomi sehari-hari. Itu nyaris mustahil untuk dilakukan penyekatan.

Tapi netizen banyak yang ngambek, katanya orang mau kerja tapi dibatasi seperti ini di aglomerasi?

Ya, tidak apa-apa. Orang ngambek karena satu kebijakan itu ciri bagus sebenarnya. Karena kalau kita seperti China, negara otoriter, kita tidak boleh ngambek lagi. Jadi kalau ada kebijakan orang protes, ya wajar orang tidak suka atau terdampak kebijakan itu. Tapi masih boleh ngambek itu masih bagus.

Yang tidak bagus itu, ada larangan tapi tidak boleh ngambek. Itu kita otoriter. Kalau orang berkeluh kesah, ngambek, ya tidak apa-apa lah. Yang penting, yang ngambek-ngambek jangan dihukum. Namanya juga orang ngambek, masa dihukum. Bagus kalau ada yang ngambek. Itu tanda kebijakan itu berakibat. Jadi, woles aja semuanya.

Tapi, larangan mudik di daerah aglomerasi ini, perlu tidak sih?

Ya, (seperti) saya bilang tadi, mau dikeluarkan ya tidak apa-apa, tapi pasti tidak akan efektif. Kalau disebut perlu atau tidak perlu, saya kira pemerintah perlu membuat kebijakan yang mencegah tingkat penularan, itu harus dilakukan. Cuma dalam konteks ini, sejauh mana efektivitasnya berhadapan dengan basis sosial kultural ekonomi yang sedemikian kompleks. Tapi pembatasan di daerah aglomerasi sejauh untuk mencegah penularan, ya tidak apa-apa untuk dilakukan, karena setidaknya memberikan efek kewaspadaan.

Akibat Covid-19 ini, apakah urbanisasi kemudian masih akan terus masif terjadi?

Baca Juga: Habib Nabil bin Ridho Al Habsyi: Bimbing Umat, Ulama Tak Bisa Jalan Sendiri

Dengan kesenjangan dalam konteks antar wilayah, artinya dengan memperhitungkan kondisi Covid sekarang di mana ekonomi sedang tidak bagus, maka sudah pasti kemungkinan urbanisasi akan terus terjadi dengan aneka macam cara dan saluran.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI