FAA Temukan Cacat di Sriwijaya Air SJ182, Keluarga Penumpang Gugat Boeing

Iwan Supriyatna Suara.Com
Jum'at, 21 Mei 2021 | 07:32 WIB
FAA Temukan Cacat di Sriwijaya Air SJ182, Keluarga Penumpang Gugat Boeing
ILUSTRASI: Sriwijaya Air Boeing 737-500 at Jakarta airport (CGK) in Indonesia. ANTARA/Shutterstock/pri. (ANTARA/Shutterstock)

Baik Perekam Data Penerbangan ("FDR") dan Perekam Suara Kokpit ("CVR") telah didapatkan dan sedang dianalisis oleh KNKT.

Sebagai produsen pesawat, Boeing memiliki kewajiban berkelanjutan untuk memperingatkan dan menginstruksikan maskapai penerbangan tentang bahaya yang diketahui atau perlu diketahui oleh produsen terkait pesawat tersebut.

"Ini adalah masalah keamanan bagi seluruh dunia," kata Mark Lindquist, pengacara utama kasus Herrmann Law Group.

"Ada lebih dari seribu pesawat 737 terbang di seluruh dunia dan FAA mengakui ada kondisi yang tidak aman terkait dengan komputer auto-throttle tersebut,” ucap Mark Lindquist.

Pesawat SJ 182 diparkir selama sembilan bulan selama pandemi. Pada tahun 2020, FAA memperingatkan maskapai penerbangan dan produsen pesawat bahwa memarkir pesawat selama lebih dari tujuh hari dapat mengakibatkan korosi dan masalah lainnya yang berkaitan.

Herrmann Law Group mewakili 50 keluarga korban di Indonesia dan Ethiopia dalam dua kecelakaan Boeing 737 Max 8 baru-baru ini. Hampir semua kasus tersebut telah berhasil diselesaikan dengan Boeing. Jumlahnya dirahasiakan, tetapi dapat dilaporkan bahwa kasus individu diselesaikan dalam jutaan dolar.

Program komputer, "MCAS," menyebabkan kecelakaan dua pesawat Boeing Max 8. Walaupun Boeing 737-500 milik Sriwijaya tidak dilengkapi dengan MCAS. Ada kesamaan antara kecelakaan Lion Air dan kecelakaan SJ 182, bagaimanapun, Boeing sekali lagi dituduh tidak memberikan peringatan dan pemberitahuan yang memadai tentang bahaya yang diketahui.

"Pengalaman bertahun-tahun mewakili ratusan korban mengungkapkan bahwa ada benang merah dalam sebagian besar kasus bencana udara," kata Charles Herrmann, pemilik Herrmann Law Group.

"Kami siap memperjuangkan kasus ini, termasuk hingga persidangan. Klien kami beruntung memiliki pengacara yang sangat berpengalaman dan berprestasi seperti Mark Lindquist yang menangani kasus ini," ucapnya.

Baca Juga: Tim Pencari Sriwijaya Air Kecelakaan Kini Mencari KRI Nanggala-402 di Bali

Lindquist adalah mantan Jaksa Wilayah terpilih di AS. Dia telah mengadili banyak kasus terkenal di Pierce County, Negara Bagian Washington, termasuk kasus pembunuhan dan penembakan massal. Pada Januari 2019, dia bergabung dengan Herrmann Law Group di mana dia mengajukan perkara Lion Air bersama dengan Herrmann.

Selama beberapa dekade, Herrmann Law telah dikenal secara internasional sebagai firma utama untuk litigasi penerbangan. Pada tahun 1983, Herrmann mewakili 89 keluarga korban yang kehilangan orang yang dicintainya ketika sebuah MIG Soviet menembak jatuh sebuah penerbangan komersial, penerbangan KAL 007. Insiden internasional ini menjadi dasar untuk sebuah buku dan film, "Shootdown".

The Herrmann Law Group, didirikan pada tahun 1950 oleh mantan Senator Negara Bagian dan Komisioner Asuransi Negara Bagian Karl Herrmann, adalah firma hukum yang menangani cedera pribadi yang berkantor di Seattle dan Tacoma di A.S. Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi www.hlg.lawyer.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI