FSI: ASEAN Perlu Bersatu dan Bersikap Tegas Terhadap Provokasi China di Laut China Selatan

Iwan Supriyatna Suara.Com
Jum'at, 15 Desember 2023 | 16:41 WIB
FSI: ASEAN Perlu Bersatu dan Bersikap Tegas Terhadap Provokasi China di Laut China Selatan
Seminar publik berjudul China, Filipina, dan Ketegangan Kawasan Asia Tenggara.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Yang terbaru terjadi pada 10 Desember 2023, di mana berlangsung insiden pemblokiran disertai penembakan water cannon yang dilakukan oleh Kapal CCG dan Milisi Maritim China (Chinese Maritime Militia atau CMM) terhadap 2 kapal Filipina.

Meski terjadi eskalasi ketegangan di wilayah tersebut, Agus Widjojo menilai bahwa kedua belah pihak akan terus menahan diri dan berupaya tetap menggunakan jalur diplomasi untuk penyelesaian konflik.

Menurutnya, kebijakan Presiden Marcos, Jr yang menekankan agar Filipina menjadi “a friend to all and an enemy to none” (teman bagi semua) memegang peran penting.

Beliau juga berpandangan bahwa Filipina melihat pentingnya persatuan dan konsolidasi ASEAN dalam penyelesaian sengketa wilayah teritorial LCS/WPS yang juga melibatkan Vietnam, Malaysia, dan Brunei.

Menurutnya, penyelesaian Code of Conduct (tata perilaku) di LCS merupakan prioritas utama bagi Filipina. Meski demikian, dalam sesi tanya jawab, Agus Widjojo juga mengatakan bahwa bukan tidak mungkin terjadi peningkatan eskalasi hingga terjadinya perang.

Sementara itu, dalam keterangan yang disampaikan di akhir seminar, ketua FSI Johanes Herlijanto berpandangan bahwa dalam memahami situasi yang berlangsung di LCS, sangat penting bagi Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya untuk memperhatikan bahwa tindakan agresif yang dilakukan RRC terhadap Filipina, bahkan juga terhadap negara-negara ASEAN lain seperti Vietnam, Malaysia, dan Indonesia, dapat ditelusuri hingga setidaknya satu dasawarsa yang lalu.

“Perlu dicatat bahwa Filipina telah mengambil berbagai langkah yang berbeda beda, salah satunya adalah mengajukan gugatan terhadap RRC kepada Mahkamah Arbritase Internasional di Den Haag, dengan hasil yang memperkuat posisi hukum Filipina dalam hal kepemilikan ZEE mereka di LCS,” tutur Johanes.

Ia mengingatkan bahwa hasil Mahkamah Arbritase Internasional pada 2016 itu bahkan menganggap klaim RRC di sebagian besar wilayah LCS tidak memiliki dasar hukum dan oleh karenanya tidak sesuai dengan UNCLOS.

“Namun RRC menolak untuk menaati keputusan mahkamah internasional di atas, sehingga Filipina nampaknya mencoba cara yang lebih halus, yaitu dengan membangun pertemanan dengan RRC, khususnya pada era kepresidenan Durtete,” lanjut Johanes.

Baca Juga: 4 Drama China Komedi Romantis, Rekomendasi Tontonan Ringan di Akhir Tahun

Namun menurutnya, baik strategi yang tegas maupun upaya pertemanan yang telah dilakukan oleh Filipina tidak membuat RRC menghentikan langkah agresifnya pada negara Asia Tenggara itu. Tindakan agresif RRC bahkan makin meningkat dalam tahun-tahun belakangan ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI