"Namanya seni, harus fun, bukan sesuatu yang danger, horor, fun fun aja mengatasi masalah ini," tutur Rhoma Irama.
Seperti diketahui, kasus royalti musik ini bermula ketika sejumlah komposer yang terbentuk dalam oragnisasi Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) menuntut adanya transparansi dalam royalti musik.
Salah satu yang dituntut AKSI adalah sistem pembayaran royalti langsung atau direct licensing. Mereka juga menganggap, sistem penghimpunan royalti yang dijalankan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) tidak maksimal dan transparan.
Kasus ini menjadi bertambah panas setelah Agnes Monica alias Agnez Mo dinyatakan salah karena menyanyikan lagu Ari Bias dan divonis membayar Rp1,5 miliar oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
![Agnez Mo [Instagram]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/02/25/41166-agnes-monica-agnez-mo.jpg)
Dengan kondisi yang memanas ini, sejumlah penyanyi kemudian membentuk organisasi Vibrasi Suara Indonesia (VISI). Mereka yang tergabung adalah Armand Maulana, Ariel NOAH, Bunga Citra Lestari, Vidi Aldiano, Vina Panduwinata, Kunto Aji, Yuni Shara, Rossa, Andien, Sammy Simorangkir, David Bayu, dan lainnya.
Sementara itu, Rhoma Irama sendiri menyayangkan adanya konflik antara penyayi dan pencipta lagu, yang menurutnya seharus hubungannya saling membutuhkan dan tidak bisa dipisahkan.
Soal kisruh royalti musik, Rhoma Irama melihat adanya pasal yang tumpang tindih dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
"Di sana, kami pada saat itu tidak melihat ambigu ini. Saya malah baru terakhir-terakhir ini melihat, kok ada ambigu," kata Rhoma Irama dalam podcast Bisikan Rhoma pada 30 Mei 2025.
Pasal yang Rhoma maksud tentu mengacu pada ketentuan Pasal 9 dan Pasal 23 UU Hak Cipta soal perlu atau tidaknya izin dari pencipta lagu untuk seorang penyanyi membawakan sebuah karya.
Baca Juga: Profil Ida Royani, Istri Keenan Nasution yang Sentil Vidi Aldiano Terkenal Berkat Nuansa Bening
"Pasal 9 itu kurang lebih bunyinya, penyanyi harus minta izin ke pencipta untuk melakukan aktivitas yang berdampak ekonomi, yang diantaranya pertunjukan," ujar Rhoma.
"Sementara di Pasal 23, penyanyi boleh membawakan ciptaan tanpa izin pencipta, dengan catatan membayar royalti kepada LMK," imbuh sang raja dangdut.
Selain ambigu, Rhoma juga melihat potensi penyalahgunaan Pasal 23 UU Hak Cipta dari pihak yang mestinya membayar performing rights ke pencipta lagu, yakni promotor atau event organizer yang memakai jasa seorang penyanyi.
"Jadi, dari sisi boleh atau tidaknya dari ambigu menurut saya. Sekarang pertanyaannya, ketika penyanyi membawakan karya cipta tanpa izin, itu udah boleh. Nah, dia bayar enggak ke LMK?" ucap Rhoma.