suara hijau

Suhu Bumi Makin Panas, Risiko Kanker Perempuan Meningkat

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Sabtu, 31 Mei 2025 | 17:54 WIB
Suhu Bumi Makin Panas, Risiko Kanker Perempuan Meningkat
Ilustrasi kesehatan perempuan - kanker. (Photo by Thirdman/Pexels)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemanasan global bukan cuma soal bumi yang makin panas atau es di kutub yang mencair. Ternyata, pemanasan global juga diam-diam berdampak besar pada kesehatan perempuan.

Penelitian terbaru menemukan bahwa suhu udara yang makin tinggi bisa meningkatkan risiko kanker payudara, ovarium, rahim, dan leher rahim.

Penelitian ini dilakukan di 17 negara di Timur Tengah dan Afrika Utara—wilayah yang diprediksi akan mengalami kenaikan suhu hingga 4 derajat Celsius pada tahun 2050. Hasilnya, para ilmuwan menemukan bahwa setiap kenaikan suhu sebesar 1 derajat Celsius berhubungan dengan peningkatan jumlah kasus dan kematian akibat empat jenis kanker tersebut.

Risiko Kanker Naik Seiring Suhu

Menurut Dr. Wafa Abuelkheir Mataria dari American University in Cairo, yang memimpin penelitian ini, meskipun peningkatan kasus per derajat tidak terlalu besar, dampaknya terhadap kesehatan masyarakat bisa sangat signifikan.

“As suhu naik, angka kematian akibat kanker pada perempuan juga meningkat—terutama untuk kanker ovarium dan payudara,” katanya, seperti dikutip dari jurnal Frontiers in Public Health, Sabtu (31/5/2025).

Penelitian ini menunjukkan bahwa kanker ovarium mengalami peningkatan tertinggi dalam jumlah kasus dan kematian per 100.000 orang untuk setiap kenaikan suhu, disusul oleh kanker rahim, payudara, dan leher rahim.

Ilustrasi suhu bumi makin panas - pemanasan global. (unsplash)
Ilustrasi suhu bumi makin panas - pemanasan global. (unsplash)

Lingkungan yang Tidak Ramah Kesehatan

Perubahan iklim bukan cuma soal cuaca ekstrem, tapi juga soal lingkungan yang makin tidak sehat. Suhu tinggi bisa memperparah kualitas udara, mengganggu keamanan pangan dan air, serta menambah tekanan pada sistem layanan kesehatan.

Baca Juga: PLN Indonesia Power Bidik 5,2 GW Energi Panas Bumi

Untuk penyakit seperti kanker, ini berarti lebih banyak paparan terhadap zat-zat karsinogenik, sementara akses diagnosis dan pengobatan jadi lebih sulit.

Tim peneliti menelusuri data dari negara-negara seperti Aljazair, Bahrain, Mesir, Iran, Irak, Yordania, Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Oman, Qatar, Arab Saudi, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab, dan Palestina. Mereka membandingkan data kasus dan kematian akibat empat jenis kanker dengan perubahan suhu antara tahun 1998 hingga 2019.

Menurut Dr. Sungsoo Chun, salah satu peneliti, perempuan memiliki kerentanan fisiologis terhadap risiko kesehatan terkait iklim—terutama saat hamil. Hal ini semakin diperparah oleh kesenjangan sosial dan akses terhadap layanan kesehatan, yang membuat perempuan dari kelompok marjinal lebih rentan terhadap paparan lingkungan berbahaya dan sulit mendapatkan deteksi dini atau perawatan.

Tidak Merata di Semua Negara

Menariknya, peningkatan kasus kanker secara signifikan hanya ditemukan di enam negara: Qatar, Bahrain, Yordania, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Suriah. Misalnya, di Qatar, jumlah kasus kanker payudara naik sebanyak 560 kasus per 100.000 orang untuk setiap kenaikan suhu 1 derajat Celsius, sementara di Bahrain hanya naik 330 kasus.

Hal ini menunjukkan bahwa suhu tinggi memang berperan, tapi bukan satu-satunya faktor. Kualitas udara, tingkat polusi, sistem kesehatan, hingga gaya hidup masyarakat juga bisa menjadi pemicu atau penahan risiko.

“Peningkatan suhu kemungkinan bekerja melalui banyak jalur. Mulai dari meningkatnya paparan zat karsinogenik, terganggunya layanan kesehatan, sampai perubahan biologis di tingkat sel,” jelas Chun.

Screening Lebih Baik, Kematian Lebih Rendah

Peneliti juga mempertimbangkan kemungkinan bahwa peningkatan jumlah kasus disebabkan oleh adanya pemeriksaan kanker yang lebih baik. Namun, jika ini benar, maka angka kematian seharusnya menurun karena kanker yang ditemukan lebih awal biasanya lebih mudah ditangani.

Sayangnya, justru angka kematian ikut naik. Ini memperkuat dugaan bahwa penyebab utamanya adalah meningkatnya paparan terhadap faktor risiko lingkungan.

“Penelitian ini belum bisa membuktikan hubungan sebab-akibat secara langsung,” kata Mataria. “Kami memang mengontrol faktor seperti PDB per kapita, tapi masih banyak faktor lain yang belum terukur. Meski begitu, pola yang konsisten di berbagai negara membuat kami yakin ini layak diteliti lebih lanjut.”

Apa yang Bisa Dilakukan?

Temuan ini menjadi pengingat penting bahwa perencanaan kesehatan masyarakat harus mulai memperhitungkan risiko-risiko akibat perubahan iklim.

Langkah seperti memperkuat program deteksi dini kanker, membangun sistem kesehatan yang tahan terhadap krisis iklim, serta mengurangi paparan terhadap polusi dan zat berbahaya menjadi semakin penting.

“Tanpa mengatasi akar masalahnya, beban kanker yang terkait dengan perubahan iklim akan terus meningkat,” tutup Chun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI