Derita Perempuan Muda Tuban Terpaksa Menikah pada Usia Sekolah

Reza Gunadha Suara.Com
Kamis, 03 Agustus 2017 | 21:28 WIB
Derita Perempuan Muda Tuban Terpaksa Menikah pada Usia Sekolah
Ilustrasi pernikahan dini. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

 Aku terpaksa meninggalkan bayiku dan suamiku di Madiun demi mencari uang di ibu kota,” tutur Sari yang kekinian berusia 22 tahun.

Sejak menikah, Sari sudah melanglang buana untuk mencari duit. Sebelum di Jakarta, ia pernah menajdi TKI di Hong Kong dan Singapura.

Apa pun pekerjaan akan kulakukan, di mana pun, aku tak peduli. Ini semua untuk menghidupi bayiku. Aku ingin anakku bisa sekolah setinggi-tingginya dan menjadi pintar. Setiap ibu akan melakukan hal seperti itu untuk anaknya, benar kan?” tanya Sari meyakinkan diri.

Indry Oktaviani, Koordinator program reformasi kebijakan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) mengatakan pemerintah terus mengampanyekan agar kaum perempuan tidak menikah dalam usia muda.

”Tapi, pada kenyataannya, terutama di kalangan rakyat miskin, praktik pernikahan muda itu masih terjadi. Akibatnya, banyak bayi-bayi mereka kekurangan gizi. Sementara sang ibu terancam terkena kanker serviks,” terangnya.

Ia mengatakan, usia minimal perempuan boleh menikah menurut peraturan hukum di Indonesia adalah 16 tahun. Menurutnya, usia itu terlampau rendah sehingga semakin membuka kemungkinan praktik pernikahan diri.

“Pada April 2017, kami mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi untuk menaikkan usia minimal kaum perempuan untuk menikah. Kami meminta batas usia minimum itu naik menajdi 19 tahun,” tandasnya.

 

Baca Juga: Aremania: Jangan Hanya Suporter yang Disalahkan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI