Suara.com - Indonesia Corruption Watch atau ICW memberikan nilai "E" terhadap kinerja penegak hukum dalam penindakan kasus korupsi periode 2020.
"Kinerja penindakan kasus korupsi oleh institusi penegak hukum secara umum hanya mencapai 20 persen atau berada pada peringkat E, yang mana peringkat E sangat buruk," kata peneliti ICW Wana Alamsyah dalam konferensi pers virtual Laporan Hasil Pemantauan Kinerja Penindakan Kasus Korupsi Tahun 2020 di Jakarta, Minggu (18/4/2021).
Penyebabnya adalah dari tiga institusi penegak hukum yang berwenang untuk mengusut kasus korupsi, ICW memberikan nilai "C" kepada Kejaksaan Agung dan nilai "E" masing-masing kepada KPK dan Kepolisian.
Nilai tersebut berdasarkan analisis informasi yang berasal dari kanal institusi penegak hukum dan media massa dalam periode 1 Januari hingga 31 Desember 2020. Nilai E artinya persentase penanganan perkara yang dilakukan penegak hukum hanyalah 0-20 persen.
"Pada 2020, hanya ada 444 kasus yang ditangani penegak hukum dibanding dengan target penindakan kasus yaitu 2.225," tambah Wana.
ICW menemukan dari 444 kasus korupsi yang masuk dalam tahap penyidikan pada 2020, ada 875 tersangka dengan nilai kerugian negara yang ditimbulkan adalah sebesar Rp18,6 triliun, nilai suap sebesar Rp86,5 miliar dan pungutan liar senilai Rp5,2 miliar. Rincian kasus korupsi yang ditangani adalah 374 kasus merupakan kasus baru (84,2 persen), pengembangan kasus sebanyak 55 (12,4 persen) dan Operasi Tangan Tangan (OTT) sebanyak 15 kasus (3,4 persen).
Penindakan kasus korupsi oleh institusi penegak hukum secara tren cenderung menurun sejak 2015 yaitu ada 550 kasus hingga 2020 yang hanya 444 kasus, padahal nilai kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi, trennya cenderung meningkat.
"Hal ini mengindikasikan bahwa pengelolaan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah setiap tahun semakin lemah dari segi pengawasan," ungkapnya.
ICW menyebut Kejaksaan Agung sampai akhir 2020 menangani sebanyak 259 kasus korupsi dengan anggaran penanganan kasus mencapai Rp75,3 miliar. Kinerja penindakan kasus korupsi oleh Kejaksaan cukup baik dalam aspek kuantitas yaitu sekitar 46 persen atau masuk dalam kategori C atau Cukup.
Baca Juga: Sebut Singapura Surga Koruptor, ICW Tuntut Deputi KPK Karyoto Dipecat
Sebagian besar kasus yang ditangani Kejaksaan Agung dicatat ICW merupakan kasus baru yaitu sebanyak 222 kasus, selanjutnya pengembangan kasus sebanyak 34 kasus dan OTT sebanyak 3 kasus.
"Kejaksaan juga institusi yang paling sering menangani kasus korupsi yang terjadi di BUMN, yakni sebanyak 16 dari 22 kasus yang disidik oleh penegak hukum," tuturnya.
Namun dalam profesionalisme penindakan kasus, ICW menduga terdapat sejumlah kantor Kejaksaan yang tidak menangani kasus korupsi. Karena itu, Kejaksaan Agung perlu melakukan evaluasi terhadap setiap Kejaksaan yang terbukti tidak bekerja.
"Kejaksaan Agung pada kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung juga diduga tidak independen dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan," kata Wana.
Selanjutnya kinerja Kepolisian RI disebut oleh ICW menangani 170 kasus korupsi dengan target penanganan 1.539 kasus pada 2020 dengan anggaran Rp277 miliar. Persentase kinerja penindakan kasus korupsi oleh Kepolisian sekitar 8 persen atau masuk dalam kategori E atau sangat buruk, namun ICW tidak menemukan informasi mengenai penggunaan anggaran penyidikan kasus korupsi.
Sebagian besar kasus yang ditangani oleh Kepolisian merupakan kasus baru 151 kasus, pengembangan kasus sebanyak 14 kasus dan OTT sebanyak 5 kasus. Aktor yang paling banyak disidik oleh Kepolsian menurut ICW adalah orang yang memiliki jabatan pada tingkat pelaksana. Hal tersebut diperparah dengan tidak adanya upaya untuk membongkar kasus pada aktor yang paling strategis.