Suara.com - Menteri Pertahanan (Menhan), Sjafrie Sjamsoeddin, mengatakan bakal menggunakan sistem digitalisasi untuk mengetahui penyaluran penggunaan bahan bakar minyak (BBM) di institusi TNI.
Hal itu disampaikan Sjafrie dalam Rapat Komisi I DPR RI menanggapi soal TNI AL yang menunggak pembayaran BBM ke Pertamina hingga triliunan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/4/2025).
"Sistem digitalisasi ini akan menyangkut mengenai penggunaan BBM dan juga dalam kaitan tracking. Jadi kita bisa tahu kemana perginya bahan bakar yang dikeluarkan negara yang dipergunakan oleh TNI," kata Sjafrie.
Menurutnya, BBM untuk TNI akan disentralisasi ke Kementerian Pertahanan (Kemhan). Hal ini sebagai upaya untuk menjaga tranparansi.
"Jadi untuk bahan bakar itu akan kita sentralisasi ke Kementerian Pertahanan, kemudian untuk memenuhi akuntabilitas dan transparansi kita menggunakan sistem digitalisasi," katanya.
Hal ini, kata dia, merupakan bagian dari program pemerintah. Selain terkait penggunaan BBM, juga menyoal alutsista.
"Masalah BBM bahwa pemerintah sudah melakukan perubahan kebijakan yang kita sebut kebijakan sentralisasi yang dalam kaitan dukungan untuk penetapan peralatan alutsista strategis, dan juga yang berkaitan dengan pemeliharaan perawatan," pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Muhammad Ali, mengungkapkan kalau pihaknya melakukan tunggakkan biaya Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk operasional Alutsista TNI AL. Tunggakan tersebut dilakukan kepada Pertamina.
Hal itu disampaikan Ali dalam Rapat Komisi I DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/4/2025).
Baca Juga: Ketangguhan Helikopter AS565 MBe Panther TNI AL, Si Penjaga Laut dan Udara

“Untuk bahan bakar memang ini masih kalau kita berpikir masih sangat terbatas, kemarin ada tunggakan itu bahan bakar Rp2,25 T dan saat ini kita sudah dikenakan harus membayar utang lagi Rp3,2 T. Itu sebenarnya tunggakan,” kata Ali.
Menurutnya, adanya hal tersebut telah mengganggu operasional TNI dalam melakukan patroli di perairan Indonesia.
Atas dasar itu, pihaknya pun berharap agar adanya tunggakan BBM tersbeut bisa diputihkan.
“Jadi ini mengganggu sekali, mengganggu kegiatan operasional dan harapannya sebenarnya ini bisa ditiadakan untuk masalah bahan bakar, diputihkan,” tuturnya.
Di sisi lain, ia menyinggung soal masih diberlakukannya harga BBM bagi TNI AL dengan harga indrustri. Menurutnya, hal itu berbeda dengan Polri.
“Kemudian bahan bakar kita juga masih harga industri, harusnya mungkin dialihkan menjadi subsidi. Beda dengan Polri perlakuan nya nah ini mungkin perlu disamakan nanti,” ungkapnya.
Menurutnya, TNI AL menjadi matra yang paling banyak mengonsumsi BBM. Sebab, ada beberapa teknologi pada alutsista yang harus tetap menyala.
“Memang yang menggunakan bahan bakar terbesar pasti Angkatan Laut karena kapal kita ini walaupun diam saja tidak bergerak, tapi dieselnya tetap hidup, Dan untuk menghidupkan air condition, AC, karena kalo AC dimatikan peralatan elektronik akan rusak di dalamnya, itu bahayanya,” katanya.
Terakhir ia pun berharap untuk biaya BBM kedepannya bisa dipusatkan ke Kementerian Pertahanan anggarannya.
“Kemudian nanti mungkin diatur oleh Kemhan untuk masalah masalah bahan bakar, terpusat di Kemhan, harapannya seperti itu,” pungkasnya.
Sebelumnya Anggota Komisi I DPR RI fraksi NasDem, Amelia Anggraini, mempertanyakan soal tunggakan pembayaran bahan bakar minyak (BBM) TNI AL ke PT Pertamina.
Amelia mempertanyakan hal itu kepada Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin soal bagaimana pihaknya melakukan penyusunan ulang formula mengatasi pemborosan penggunaan BBM agar lebih efisien.
Hal itu disampaikan Amelia dalam Rapat Kerja Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/4/2025).
"Apakah Kementerian Pertahanan (Kemhan) telah menyusun ulang formula dan penggunaan BBM operasional TNI ini yang lebih efisien? Misalnya melalui sistem kuota atau barcode tracking, agar tidak terjadi pemborosan pak, atau hutang yang serupa di masa mendatang," kata Amelia.
Ia menyoroti hutang BBM tersebut karena dinilai menandakan adanya kelemahan dalam sistem perencanaan penggunaan bahan bakar.
"Terkait hutang BBM TNI AL, ini menandakan adanya kelemahan dalam sistem perencanaan dan distribusi BBM operasional dan hal ini menimbulkan kekhawatiran, terhadap efisiensi dan akuntabilitas anggaran pertahanan," katanya.