"Itulah yang mau dilihat dari sisi apakah ada kerugian negara di situ," sambungnya.
Dari Raksasa Tekstil ke Status Pailit
PT Sritex sempat dikenal sebagai salah satu eksportir tekstil terbesar di Asia Tenggara. Perusahaan ini bergerak di berbagai lini, mulai dari pemintalan benang, pembuatan kain, hingga konveksi pakaian jadi, termasuk seragam militer.
Namun, pada awal 2025, Sritex resmi dinyatakan pailit setelah gagal membayar utang-utangnya kepada sejumlah kreditur. Proses kepailitan ini mengakhiri operasional perusahaan yang telah berdiri sejak 1966 tersebut.
Sebelumnya diberitakan, Sritex memutus hubungan kerja terhadap lebih dari 10 ribu karyawannya selama Januari-Februari 2025.
Sementara utang yang belum dibayar mencakup pinjaman dari berbagai entitas, mulai dari bank BUMN hingga swasta nasional dan asing.
Termasuk di antaranya, pinjaman dari bank pemerintah yang kini menjadi sorotan Kejagung.
Penutupan Sritex menjadi pukulan telak bagi sektor manufaktur tekstil di Indonesia.
Terlebih, perusahaan ini sebelumnya mempekerjakan lebih dari 30 ribu orang dan menjadi bagian dari ekosistem industri tekstil dalam negeri.
Baca Juga: Diam-diam Kejagung Sidik Dugaan Korupsi Sritex, Ini Informasinya
Langkah Kejagung menyidik kasus ini menandai keseriusan pemerintah dalam menelusuri potensi kerugian negara akibat pemberian kredit bermasalah kepada perusahaan swasta besar.
Pemeriksaan terhadap bank-bank pemberi pinjaman juga dapat membuka tabir lebih luas, apakah terdapat penyimpangan prosedur atau intervensi dalam proses persetujuan kredit.