Suara.com - Sebuah berita duka datang dengan cara yang sulit dipercaya, bahkan bagi seorang mantan Panglima TNI. Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto mengaku sempat terhenyak dan tak percaya saat pertama kali mendengar kabar gugurnya Marsekal Pertama (Marsma) TNI Fajar Adriyanto, salah satu pilot jet tempur F-16 Fighting Falcon terbaik yang pernah dimiliki Indonesia.
Kepergian sang "Red Wolf", nama panggilan udaranya dalam insiden pesawat latih di Ciampea, Bogor, pada Minggu (3/8/2025), meninggalkan kesedihan di hati korps TNI Angkatan Udara.
Kisahnya adalah tentang seorang elang perkasa yang justru berpulang saat terbang dengan pesawat yang jauh lebih sederhana dari "kuda besi" yang telah membesarkan namanya.
"Saya Sempat Tidak Percaya..." - Kesaksian Seorang Mantan Panglima
Saat melayat di rumah duka di Komplek TNI AU, Pancoran, Jakarta Selatan, Hadi Tjahjanto tak bisa menyembunyikan rasa kehilangannya.
Ia menceritakan momen pertama kali menerima kabar yang menggetarkan itu.
"Pagi ketika terjadi accident, teman-teman dari FASI (Federasi Aero Sport Indonesia) langsung mengabarkan ke saya. Dan saya sempat tidak percaya. 'Masa sih?'" ungkap Hadi kepada awak media, Minggu (3/8/2025) malam.
Ketidakpercayaan Hadi sangat beralasan.
Di benaknya, Marsma Fajar adalah seorang master di kokpit F-16, jet tempur canggih yang menuntut keahlian luar biasa.
Baca Juga: 5 Fakta 'Red Wolf' Marsma Fajar Adriyanto, Elang F16 Penantang Jet Tempur AS
"Karena Pak Fajar ini jam terbangnya cukup banyak dan menerbangkan pesawat tempur F-16. Tapi coba saya komunikasi, ternyata memang Pak Fajar mendapatkan musibah," lanjutnya dengan nada lirih.
Bagi Hadi, Fajar bukan sekadar bawahan. Ia adalah sosok perwira paripurna.
"Beliau adalah satu sosok yang sangat disiplin, sosok yang cerdas, sosok yang menghargai seniornya, dan selalu menjadi panutan bagi para juniornya, khususnya para penerbang tempur di Madiun," tegas Hadi.
'Red Wolf': Sang Legenda F-16 dan Insiden Bawean yang Menggetarkan
Untuk memahami mengapa kepergian Marsma Fajar begitu mengejutkan, kita harus kembali ke reputasinya sebagai pilot F-16. Lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) 1992 ini ditempa di Skadron Udara 3 Lanud Iswahjudi, Madiun. Di sinilah ia mendapatkan julukan "Red Wolf".
Namanya menjadi legenda setelah Insiden Bawean pada 3 Juli 2003.