Tunjangan DPR Bakal Hangus Total, tapi Cukupkah Redam Amarah Rakyat?

Tasmalinda Suara.Com
Minggu, 31 Agustus 2025 | 20:16 WIB
Tunjangan DPR Bakal Hangus Total, tapi Cukupkah Redam Amarah Rakyat?
ilustrasi demo masyarakat. Apakah pidato Prabowo bisa meredam amarah rakyat? (Suara.com/Alfian Winanto)

Suara.com - Sebuah gebrakan politik akhirnya terjadi.

Di tengah puncak amarah publik, Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan bahwa seluruh partai politik yang memiliki kursi di parlemen telah mencapai satu kesepakatan mutlak yakni mencabut seluruh tunjangan anggota DPR RI dan memberlakukan moratorium total untuk kunjungan kerja ke luar negeri.

Keputusan dinilai langkah maju, secuil kemenangan besar bagi suara rakyat.

Namun, pertanyaan krusial langsung menggema di ruang publik: Apakah langkah dramatis ini benar-benar mampu meredam amarah yang sudah terlanjur membara, atau ini hanyalah "obat penenang" sementara?

Momen Final di Istana Merdeka

Kesepakatan final ini lahir dari sebuah pertemuan darurat yang digelar di Istana Merdeka, Jakarta, pada Ahad, 31 Agustus 2025.

Presiden Prabowo Subianto mengumpulkan seluruh pimpinan legislatif dan para ketua umum partai politik untuk mengambil sikap tunggal dalam merespons krisis kepercayaan publik yang semakin dalam.

"Setelah berdiskusi secara mendalam dan mendengarkan aspirasi rakyat, dengan ini saya sampaikan bahwa seluruh pimpinan partai politik sepakat untuk mencabut kebijakan tunjangan anggota DPR RI dan menetapkan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri," ujar Presiden Prabowo dalam konferensi pers yang ditunggu-tunggu.

Pengumuman ini efektif meruntuhkan salah satu simbol kemewahan dan privilese para wakil rakyat yang selama ini paling sering disorot dan dikritik.

Baca Juga: Cinta Kuya Diam saat Indonesia Kacau, Padahal Dulu Aktif Galang Dana untuk LA

Ini adalah sebuah konsesi politik terbesar dari para elite di hadapan kekuatan massa.

Kemenangan Rakyat, Tapi Bukan Akhir dari Pertarungan

Di media sosial, pengumuman ini disambut dengan euforia. Tagar seperti #TunjanganDPRHangus banyak dibahas.

Pencabutan tunjangan ini dianggap sebagai buah dari perjuangan panjang aksi massa yang tak kenal lelah, bahkan hingga memakan korban jiwa.

Namun, di tengah perayaan, suara-suara kritis mulai terdengar.

Para aktivis dan pengamat mengingatkan bahwa pencabutan tunjangan hanyalah langkah awal. Ini seperti memangkas ranting, sementara akar masalahnya—korupsi sistemik—belum tersentuh.

"Kita apresiasi langkah Presiden dan partai politik. Tapi jangan sampai ini hanya 'gula-gula' untuk melupakan tuntutan utama kita. Amarah rakyat tidak akan benar-benar padam sebelum UU Perampasan Aset disahkan!" cuit seorang pegiat antikorupsi di platform X.

Publik yang kini semakin cerdas sadar bahwa sumber utama kekayaan tak wajar para pejabat bukanlah dari tunjangan, melainkan dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Oleh karena itu, senjata pamungkas yang mereka tuntut adalah RUU Perampasan Aset, sebuah undang-undang yang memungkinkan negara untuk menyita aset hasil kejahatan korupsi dengan cepat.

Kini, pertanyaannya bergeser.

Apakah kesepakatan untuk mencabut tunjangan ini akan menjadi pintu masuk bagi pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset?

Ataukah ini justru menjadi titik di mana para elite politik merasa sudah cukup memberi konsesi dan kembali mengabaikan tuntutan yang lebih substansial?

Langkah Prabowo dan para ketua umum partai memang monumental, namun ini baru ronde pertama. Ronde penentuan yang akan benar-benar membuktikan keberpihakan mereka pada rakyat adalah nasib dari RUU Perampasan Aset.

Bagaimana pendapat Anda?

Apakah pencabutan tunjangan ini sudah cukup untuk memulihkan kepercayaan Anda pada pemerintah dan DPR, atau perjuangan harus lanjut sampai UU Perampasan Aset disahkan?

Tulis di kolom komentar!

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Mau notif berita penting & breaking news dari kami?