Jhendik juga meminta penandatanganan persetujuan komite kredit secara formalitas tanpa review, penilaian risiko kredit oleh manajemen risiko yang juga sekadar formalitas, serta kredit putus yang direalisasikan sebelum pengikatan agunan.
![BPR Jepara Arta/[Dokumentasi Humas LPS].](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/05/22/96097-bpr-jepara-artha.jpg)
“Pada saat penandatangan perjanjian kredit 40 debitur yang sebagian besar dilakukan di Semarang dan Klaten yaitu lokasi domisili debitur fiktif, JH meminta AN untuk langsung memproses pencairan kredit ke bagian Pencairan Kredit dan Teller BPR Jepara tanpa ada proses review proses review kelengkapan kredit terutama dalam hal pengikatan agunan/hak agunan,“ tutur Asep.
“Bahwa pada saat akad kredit dilakukan, objek tanah yang dijadikan agunan (yang di mark-up KJPP 10 kali lipat) belum lunas dibeli MIA dan baru dilunasi setelahnya dengan menggunakan dana pencairan kredit. Bahwa proses balik nama Debitur Fiktif dan dan pengikatan agunan/hak tanggunan baru dimulai PPAT pada saat sudah lunas yaitu setelah kredit berjalan,” sambung dia.
Lebih lanjut, Asep juga mengungkapkan selama periode April 2022 sampai dengan Juli 2023, telah direalisasikan 40 debitur fiktif dengan jumlah Plafond Kredit Rp 263,5 Miliar.