Kader Muda PDIP Ditantang Teladani Pahlawan: Berjuang Tanpa Tanya Jabatan

Bangun Santoso Suara.Com
Sabtu, 22 November 2025 | 21:35 WIB
Kader Muda PDIP Ditantang Teladani Pahlawan: Berjuang Tanpa Tanya Jabatan
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto. [Suara.com/Bagaskara]
Baca 10 detik
  • PDIP membangun basis politik di Riau melalui tiga pilar utama: budaya Melayu, keteladanan sejarah, dan cita-cita masa depan.
  • Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menekankan keteladanan sejarah melalui pengorbanan Sultan Syarif Kasim II dan Bung Karno.
  • PDIP ditantang untuk fokus membangun peradaban politik berbasis ideologi, bukan semata mengejar kekuasaan transaksional.

Suara.com - PDI Perjuangan (PDIP) menegaskan komitmennya membangun basis politik di Riau melalui tiga pilar utama, penguatan akar budaya Melayu, penanaman keteladanan sejarah dan merumuskan ide-cita cita masa depan.

Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto dalam Konferensi Daerah (Konferda) dan Konferensi Cabang (Konfercab) serentak di Pekanbaru pada Sabtu (22/11/2025).

Acara ini dihadiri oleh Ketua DPD PDIP Riau Zukri, jajaran pengurus DPP, dan secara khusus Ketua Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Datuk Seri H. Taufik Ikram Jamil.

"Kehadiran Ketua LAMR karena Bung Karno mengingatkan, Indonesia yang berkepribadian dalam kebudayaan. Dalam jati diri kebudayaan itulah kita membangun karakter bangsa," ujar Hasto.

Hasto menekankan bahwa sumbangsih kultural Riau sangat fundamental bagi persatuan nasional.

Hasto memuji keindahan songket dan tarian Riau yang disajikan dalam drama musikal, lalu menyampaikan pantun penghormatan. Lebih dari sekadar apresiasi, Hasto menekankan peran sentral budaya Melayu dalam mempersatukan Indonesia melalui Sumpah Pemuda 1928.

"Meskipun pengguna Bahasa Jawa, Sunda, Batak jauh lebih besar, para pemuda visioner itu mencari suatu tradisi kebudayaan yang menjadi jembatan. Mengapa Bahasa Indonesia yang akarnya Melayu? Maka, banggalah bahasa ini sungguh-sungguh telah menyatukan kita," serunya, menggugah kebanggaan pemuda Riau.

Di pilar kedua, Hasto menyampaikan keprihatinan bahwa banyak anak bangsa yang lupa sejarah akibat pendidikan politik yang ahistoris. Ia mengajak kader meneladani pengorbanan sejati, dimulai dari kisah Sultan Syarif Kasim II dari Kesultanan Siak.

"Beliau mempersembahkan kedaulatannya, mahkotanya, pedangnya, dan dana sebesar 13 juta Gulden dipersembahkan bagi Republik yang baru berdiri. Beliau tidak bertanya mau jadi apa, dan akhirnya beliau lebih memilih menjadi rakyat biasa," ujar Hasto.

Baca Juga: Hasto PDIP Tegaskan Rakyat Segala-galanya, Bukan Dana. Teladani Zohran Mamdani,

Ia juga menyoroti Bung Karno yang mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) di usia 26 tahun dengan prinsip non-cooperation melawan kolonialisme terbesar di dunia saat itu.

"Seorang anak muda memekikkan dengan lantang: 'Saya mendirikan PNI untuk memerdekakan Indonesia Raya'," ucap Hasto.

Untuk menguji mental kader, Hasto membacakan surat mengharukan dari kader PNI di Ciamis yang akan digantung Belanda, sebagai contoh pengorbanan total demi kemerdekaan.

"Bayangkan, sebelum digantung, mereka berkirim surat kepada Bung Karno yang isinya menyatakan pergi ke tiang gantungan dengan hati gembira karena yakin Bung Karno akan melanjutkan peperangan," tuturnya.

Hasto lantas melontarkan tantangan kepada kader yang hadir: "Apakah kita punya keberanian seperti ini? Pemilu baru menghadapi intimidasi, sudah banyak yang takut dan melintir."

Hasto menegaskan kembali pesan moral Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI